KedaiPena.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pemerintah agar dapat meninjau kembali keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang baru-baru ini diputuskan.
“Kami berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi kami, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan,” ungkap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan, Jumat, (15/5/2020).
Ghufron mengatakan, dalam Kajian Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang KPK lakukan pada 2019, akar masalah yang ditemukan adalah tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak sehingga mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan.
Bahkan, kata Ghufron, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan memupus tercapainya tujuan jaminan sosial sebagaimana UU No 40 tahun 2004.
“Jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sehingga keikutsertaan dan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah indikator utama suksesnya perlindungan sosial kesehatan,” tegas Ghufron.
Ghufron menilai, dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, akan membuat tingkat kepesertaan seluruh rakyat dalam BPJS turun.
“Sementara akar masalah defisit BPJS disebabkan karena permasalahan inefisiensi dan penyimpangan (fraud), sehingga kenaikan iuran BPJS tanpa ada perbaikan tata kelola BPJS tidak akan menyelesaikan masalah,” tegas Ghufron.
Ghufron memandang, rekomendasi tersebut adalah solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang ditemukan dalam kajian.
Diketahui, KPK pernah menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal rekomendasi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan.
Saat itu, KPK memberikan rekomendasi yang diusulkan berisi solusi tanpa harus menaikkan iuran BPJS kesehatan.
Surat rekomendasi itu diserahkan KPK secara resmi ke Presiden Jokowi pada 30 Maret 2020 atau sebelum adanya keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Namun, hingga kini rekomendasi tersebut tidak digubris oleh Jokowi.
Berikut Rekomendasi KPK Terkait Defisit BPJS Kesehatan
1. KPK mendukung penuh tercapainya program pemerintah dalam menyelenggarakan universal health coverage, dengan memastikan masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ditunjang fasilitas kesehatan yang baik tanpa mengalami kesulitan finansial.
2. Beberapa alternatif solusi yang kami sampaikan merupakan serangkaian kebijakan yang menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan yang kami yakini jika dilakukan dapat menekan beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan, sehingga tidak mengalami defisit, yaitu:
a. Pemerintah c.q Kementerian Kesehatan agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK).
b. Melakukan penertiban kelas Rumah Sakit.
c. Mengimplementasikan kebijakan urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
d. Menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan.
e. Mengakselerasi implementasi kebijakn coordination of benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta
f. Terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.
3. Kami memandang rekomendasi tersebut adalah solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang kami temukan dalam kajian. Sehingga, kami berharap program pemerintah untuk memberikan manfaat dalam penyediaan layanan dasar kesehatan dapat dirasakan seluruh rakyat Indonesia, dibandingkan dengan menaikkan yang akan menurunkan keikutsertaan rakyat pada BPJS kesehatan.
4. KPK berkeyakinan jika rekomendasi KPK dijalankan terlebih dahulu untuk menyelesaikan persoalan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan akan dapat menutup defisit BPJS Kesehatan.
Laporan: Muhammad Hafidh