MARAKNYA pembangunan apartemen di Cinere membuat resah masyarakat sekitar. Sebab, perizinannya diduga mendahului Perda RTRW Kota Depok, seperti yang terjadi proyek reklamasi Jakarta. Dan ada nuansa suap di balik itu semua.
Pengembangan CBD (Cinere Business District) yang akan membangun sebanyak 12 menara hunian vertikal juga perkantoran dan hotel diatas areal lahan seluas 12 ha berlokasi pada sisa lahan permukiman Puri Cinere yang totalnya 50 ha. Padahal, izin lokasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat ternyata, 60 persen lahan tersebut hanya boleh dibangun untuk perumahan dengan fasilitas KPR Papan Sejahtera.
Karena lokasinya berdekatan dengan Kompleks TNI-AL Pangkalan Jati, maka warga pun mengajukan permohonan informasi publik terhadap perizinan CBD yang pada putusan ajudikasinya, Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat memutuskan mengabulkan sebagian permohonan kami, pada tanggal 1 Maret 2016 yang lalu.
Mungkin inilah pertama kalinya masyarakat ingin mendapatkan Perda RTRW Kotamadya beserta RDTR & RUTR melalui mekanisme Informasi Publik walaupun status Perda adalah informasi yang wajib tersedia setiap saat.
Amat disesalkan Pemkot Depok masih berupaya mengajukan banding atas putusan tersebut ke PTUN. Dan jika pembangunan CBD memang tidak menyalahi ,aturan mengapa cemas untuk menyerahkan seluruh perizinan yang dikeluarkan dan Perda RTRW bagi warganya?
Di samping itu Puri Cinere sudah terlanjur diketahui sebagai perumahan mewah yang luas kavlingnya rata-rata diatas 400 meter, faktanya peruntukan lahan hanya untuk perumahan deret yang bahkan pengembang tidak mampu selesaikan proses pengembangannya selama 29 tahun.
Lalu kenapa kini sisa lahan diizinkan oleh Pemkot Depok malah dipakai untuk bangun sentra bisnis?
Kami menolak terhadap semua rencana sentra bisnis yang bersentuhan dengan permukiman kami, bukan hanya prosesnya akan banyak timbulkan gangguan, tapi juga pajak bumi kami sudah melonjak tajam sejak tahun 2014 tanpa adanya sosialisasi dari Pemkot terlebih dahulu seperti di Provinsi DKI Jakarta.
Walhi Jakarta dan warga terdampak mengharapkan KPK segera melirik PT. Megapolitan Developments Tbk dan Pemkot Depok, kemudian melakukan pemeriksaan bahkan pencekalan bilamana ditemukan pembangunan tersebut merugikan negara.
Oleh Direktur Eksekutif Walhi, Jakarta Puput TD Putra