KedaiPena.Com – Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya’roni mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menangkap Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Hal ini menindaklanjuti Bowo Sidik sudah mengakui, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebagai salah seorang yang menyuap dalam kasusnya.
Bowo mengatakan, uang suap Rp 2 miliar itu diterima dari Enggartiasto agar dia mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas.
Ia lantas menceritakan bahwa uang itu kemudian menjadi bagian dari uang Rp 8 miliar yang dimasukkannya ke dalam 400 ribu amplop untuk serangan fajar.
Bowo sebelumnya menjadi tersangka dalam kasus suap kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
“Sungguh aneh, seorang yang nyata-nyata sebagai tukang suap dan melakukan tindak pidana korupsi, yakni Mendag Enggartiasto Lukita, malah masih anteng saja duduk di kursi Kabinet Kerja, milik Presiden Joko Widodo,” tegas dia dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com ditulis Selasa (16/7/2019).
“Enak aja, kok masih duduk manis sebagai Menteri di Kabinet Kerja milik Presiden Joko Widodo. Karena itu, KPK harus segera menangkap dan menetapkan Enggar sebagai tersangka,” tutur Sya’roni.
Ia menuturkan, saat Bowo Sidik Pangarso yang dicokok KPK dalam operasi OTT, telah mengatakan bahwa uang Rp 8 miliar yang disita oleh KPK didapat dari berbagai sumber.
Diantaranya, sebesar Rp 2 miliar didapatkan dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, agar dirinya memuluskan pembahasan Permendag Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi.
“Enggar meminta Bowo yang saat itu merupakan pimpinan Komisi VI DPR RI untuk mengamankan Permendag tersebut karena adanya penolakan dari sebagian besar anggota dewan. Penolakan dewan karena menganggap gula rafinasi yang masuk pengawasan pemerintah tak seharusnya dilelang secara bebas dalam kendali perusahaan swasta,” beber Sya’roni.
Setelah mendengar kesaksian Bowo Sidik, KPK bergerak cepat dengan menggeledah ruang kerja Enggartiasto Lukita di Kementerian Perdaganan pada 29 April 2019. Penggeledahan juga dilakukan di rumah Enggar yang beralamat di Jalan Sriwijaya Raya, Jakarta Selatan, pada 30 April 2019.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita beberapa dokumen terkait perdagangan gula. KPK juga sudah 2 kali memanggil Enggar yakni pada 2 Juli 2019 dan 8 Juli 2019, namun kedua panggilan tersebut tak diindahkan dengan berbagai macam alasan. Panggilan ketiga sudah dilayangkan oleh KPK, yakni pada 18 Juli 2019.
“Jika panggilan terakhir tidak digubris juga, maka KPK harus memanggil paksa dan sekaligus menjadikannya tersangka,” tutur Sya’roni lagi.
Dia berharap, KPK tidak hanya berhenti pada kasus penyuapan Enggartiasto kepada Bowo Sidik, tetapi harus ditindaklanjuti dengan mengungkap kasus-kasus yang lebih besar terkait dengan impor pangan secara brutal yang dilakukan oleh Enggar.
Dijelaskan Sya’roni, pada 2018, Enggar mengimpor 2,2 juta ton beras, 3,7 juta ton garam, 3,6 juta ton gula.
“Impor brutal atas beberapa komoditas pangan telah menyengsarakan petani dan petambak garam. Diduga kuat ada permainan mafia impor yang mengeruk keuntungan besar dari berbagai macam impor pangan tersebut,” bebernya.
Karena itu, Sya’roni mendesak KPK untuk meningkatkan status Enggartiasto Lukita dari saksi menjadi tersangka. “Karena sudah terbukti menyuap Bowo Sidik Rp 2 miliar,” katanya.
Kemudian, KPK diminta untuk menangkap para mafia impor pangan, agar sepak terjangnya tidak lagi menyengsarakan rakyat kecil.
“KPK mesti segera menyelamatkan rakyat kecil dengan menangkapi para mafia dan juga menteri yang korup seperti Enggartiasto Lukita itu,” tutupnya
Laporan: Muhammad Hafidh