KedaiPena.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan menerapkan pidana korporasi kepada Lippo Group menyusul munculnya fakta dalam pengembangan kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan guna mengarah ke pidanaan korporasi kepada Lippo Group, pihaknya akan menelisik sejumlah fakta dan bukti yang keluar dalam persidangan.
“Itu yang namanya bertahap, satu satu diselesaikan,” ujar Saut saat dikonfirmasi, Senin (28/1).
Untuk diketahui dalam perkara suap mantan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro didakwa melakukan perbuatan suap bersama-sama dengan Henry Jasmen Sihotang, Taryudi, Fitradjaja Purnama, Bartholomeus Toto, Edi Dwi Soesianto, Satriadi, serta Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama. Suap diberikan kepada Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait perizinan proyek milik Lippo Grup tersebut.
Penyebutan Lippo Cikarang sebagai pihak yang dianggap turut bersama-sama dianggap sebagai pintu gerbang penerapan pasal pidana korporasi.
“Penyidik dan Tut (penuntutan) jangan diganggu dulu. Saatnya kalau sudah (penyidikan koorporasi) penyidik kan baru bisa,” kata Saut.
Secara keseluruhan, nilai investasi proyek Meikarta ditaksir mencapai Rp 278 triliun. Meikarta menjadi proyek terbesar Lippo Group selama 67 tahun itu berdiri. Penggarap proyek Meikarta ialah PT Mahkota Sentosa Utama, yang merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk. Sementara PT Lippo Cikarang Tbk di bawah naungan Lippo Group.
Namun, KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan proyek tersebut. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) hanya seluas 84,6 hektar. Namun, Lippo Group akan membangun Meikarta seluas 500 hektar.
Diduga ada pihak yang sengaja merubah aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi. Aturan tersebut diduga sengaja dirubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan kepentingan Lippo Group dalam menggarap proyek tersebut.
Sejauh ini KPK baru menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Yakni, Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NNY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS).
Kemudian, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ). Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sejumlah saksi telah diperiksa penyidik KPK dalam proses penyidikan kasus ini. Diantaranya, pihak Kemendagri, Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, legislator Jabar dan petinggi Lippo Group.
Adapun pihak Lippo Grup yang pernah diperiksa yakni, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, CEO Lippo Group James Riady, dan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Toto Bartholomeus.
Empat terdakwa kasus suap perizinan proyek Meikarta sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Bandung. Empat terdakwa itu yakni Billy Sindoro, Hendry Jasmen, Taryudi, dan Fitrajadja Purnama. Smentara sisanya, termasuk Neneng kasusnya masih bergulir di KPK.
Lembaga antikorupsi memastikan terus mengembangkan dan mendalami kasus tersebut. KPK juga menelisik dan menguatkan bukti keterlibatan pihak-pihak lain dalam sengkarut kasus suap ini. Pun termasuk dugaan keterlibatan koorporasi maupun CEO Lippo Group, James Riady.
Kediaman James Riady diketahui telah digeledah tim penyidik. James juga telah diperiksa KPK. Ada dua hal yang dikonfirmasi penyidik ke James, yakni soal pertemuan dengan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin. Kemudian soal posisi Lippo Group dalam proyek Meikarta. Salah satunya soal sumber dana dan kepemilikan proyek tersebut.