KedaiPena.com – PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, mengungkapkan bahwa perusahaan menargetkan untuk memproduksi bioavtur 100 persen pada 2026 mendatang.
Diinformasikan, KPI saat ini telah memproduksi bioavtur atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan campuran 2,4 persen produk sawit pada Green Refinery Kilang Cilacap. Kapasitas pengolahan bioavtur saat ini mencapai 9.000 barel per hari (bph). Adapun bahan bakunya yaitu produk turunan sawit, Refined Bleach Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO).
Direktur Utama PT KPI Taufik Aditiyawarman mengatakan, untuk mencapai target bioavtur 100 persen, maka kini perusahaan tengah menyelesaikan fase 2 Green Refinery Cilacap.
“Dari sisi pabrik, kita saat ini sedang mengembangkan untuk bisa memproduksikan 100 persen bioavtur, rencananya di 2026 bisa on stream. Bahan bakunya pun nanti bisa multiple feedstock,” kata Taufik dalam salah satu acara online, Selasa (2/1/2024).
Ia menjelaskan target produksi bioavtur mencapai 100 persen tersebut, bukan hanya memanfaatkan bahan baku minyak sawit, tapi bisa juga minyak jelantah hingga lemak binatang.
“Itu bukan hanya dari Crude Palm Oil, tetapi kita sekarang ini untuk juga ada fleksibilitas dari used-cooking oil, kemudian juga dari animal fat itu salah satu multiple feedstock yang kita desain dalam plan di Green Refinery Fase 2, Cilacap,” ujarnya.
Taufik menyatakan pada 2030 Indonesia kemungkinan akan menerapkan campuran 5 persen bioavtur dan jika produksi dari kilang dalam negeri masih berlebih, maka tak menutup kemungkinan bahwa produk bioavtur ini bisa diekspor.
“Tapi ini SAF 100 persen, bukan 2,4 persen lagi, untuk memenuhi kebutuhan baik nantinya mungkin pemerintah akan memandatkan penggunaan SAF di 2030 5 persen untuk semua airlines. Kita sudah siap dan juga mungkin nanti remaining produksinya kita bisa ekspor,” ujarnya lagi.
Ia juga mengatakan, pihaknya saat ini tengah melihat peluang penggunaan bioavtur di luar negeri, sehingga ada peluang untuk menjajaki pasar ekspor ke depannya.
“Memang nanti ada peluang, walaupun di kita dalam negeri mungkin hanya 5 persen itu mandatory requirement untuk airlines, tetapi kita harus lihat melalui Patra Niaga tadi yang saya sampaikan, keluar seperti apa demand di luar, karena yang kami peroleh juga saat ini, bahwa requirement di luar sudah lebih duluan untuk penggunaan bioavtur. Itu adalah opportunity untuk kita bisa mendapatkan revenue stream dari ekspor untuk bioavtur ini ke depan,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa