BERITA-berita tentang ‘Garuda Indonesia Terancam Bangkrut’, hampir tak dapat dibantah lagi. Berbagai gradasi kata ‘bangkrut’ yang disebutkan oleh berbagai media siber, yang jelas-jelas mengkonotasikan kebenarannya seperti: terancam bangkrut, nyaris bangkrut, di ambang kebangkrutan, bangkrut (lebih banyak lagi), terus merugi, dan beberapa istilah lainnya.
Bahkan yang paling nyata, kata-kata tersebut merupakan ‘head line’ berita dari media-media ‘mainstream’. Ini jelas tidak bisa dibantah, kendati Dirut Garuda melakukan bantahan.
Dan indikator yang lebih menguatkan lagi, bahwa pernyataan tersebut terlontar dari para narasumber yang ‘layak kutip’ seperti: Anggota DPR, Menteri, Pengurus HIPMI, Koalisi Pemerhati Penerbangan, dan Mantan Pejabat Negara.
Imej Garuda semakin buruk, karena isu bangkrutnya Garuda sudah pernah bergulir di tahun 2010- 2011. Isu makin kencang kembali sejak tahun 2014 hingga sekarang.
Selain sering mengalami kerugian, Garuda Indonesia juga semakin dililit utang (pembengkakan utang). Dua aspek ini yakni ‘Laba Yang Menurun dan Utang Yang Meningkat’, merupakan aspek yang menjadi ‘kontra-produktif.’ Umumnya, utang meningkat, maka laba juga mestinya meningkat. Sementara dalam hal ini, laba perusahaan, tidak mampu menutup atau setidaknya mengimbangi pembayaran utang.
Tentu, kondisi ini menjadi makin parah, dengan manajemen yang sepertinya makin jauh dari prinsip-prinsip ‘efektif dan efisien,’ dalam rangka mengurangi kerugian dan menutup utang. Karena dalam perjalanannya, tahun 2016, struktur manajemen makin ‘tambun’.
Dari subyek pemberitaan yang ditemukan dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai berikut:
1.   Garuda Mengalami Kerugian yang Sangat Signifikan
Beberapa data yang ditemukan:
a)Â Â Â Total kerugian Garuda dari tahun 2011-2014 sebesar US$229,63 juta.
Rinciannya,
Tahun 2011 rugi US$19,1 juta,
Tahun 2012 rugi US$10,71 juta,
Tahun 2013 rugi US$31,78 juta,
Tahun 2014 rugi US$168,04 juta.
b)Â Â Â Tahun 2014, Garuda mengalami kerugian sebesar Rp 4,89 triliun (Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo dalam “Analyst Meeting”, Â Antara News, 20 Maret 2015).
Alasannya:
-Â Â Â Arif Wibowo mengungkapkan penyebab kerugian tersebut, diantaranya akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
-Â Â Â Penyebab lain, tambah Direktur Keuangan Garuda Indonesia Ari Askara, kinerja keuangan dipengaruhi adanya impairment loss yang dialami perusahaan sebesar US$ 113,5 juta.
c)   Tahun 2016 (selama periode sembilan bulan pertama) Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membukukan kerugian sebesar 43,6 juta dollar AS. Bahkan per-31 Desember 2016, mengalami “keruntuhan†hampir 90 persen, karena hanya mencapai sebesar 8,1 juta Dollar AS dibanding tahun sebelumnya (2015) yang mencapai 76,5 Juta Dolar AS.
Alasannya:
-Â Â Â Arif Wibowo mengatakan, salah satunya adalah persaingan harga tiket antar maskapai.
-Â Â Â Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Helmi Imam Satriyono mengatakan, pengeluaran sembilan bulan pertama naik 5,3 persen, yang diakibatkan kenaikan biaya sewa pesawat dan gaji pilot.
d)Â Â Â Tahun 2017 (pada tiga bulan pertama 2017), Garuda Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp 1,31 triliun.
Alasannya:
Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala Mansury, kerugian tersebut terjadi karena meningkatnya biaya operasi sebesar 21,1 persen, yang berdampak tergerusnya laba bersih. Selain itu kerugian ini disebabkan karena peningkatan biaya bahan bakar pesawat atau avtur dan biaya pelayanan lain.
Analisa Komite:
-Â Â Â Dari data yang ada, sejak tahun 2011 hingga 2017 (6 tahun) tahun berturut-turut Garuda mengalami kerugian, ini menunjukkan adanya kebijakan yang tidak tepat dari internal Garuda, maupun Instansi eksternal sebagai pengendali.
-Â Â Â Garuda selalu punya alasan yang bersifat umum. Yang jadi pertanyaan, apakah sebelum menetapkan program tersebut, tidak bisa diantisipasi?
2.   Garuda Memiliki Utang Yang Juga Makin Meningkat
Beberapa data yang ditemukan:
a)Â Â Â Sejak tahun 2015, utang Garuda Indonesia mencapai Rp. 32,5 Triliun.
b)Â Â Â Tahun 2016, meningkat menjadi Rp. 36,6 Triliun (naik Rp. 4,1 triliun atau naik 12,6%).
c)Â Â Â Tahun 2017 meningkat lagi hingga mencapai Rp. 39,6 Triliun ( naik Rp. 3 tiliun atau naik 8,1%).
Analisa Komite:
-Â Â Â Pada umumnya, jika kinerja keuangan sebuah korporasi selalu merugi, pihak bank pemberi pinjaman harusnya tidak memberi pinjaman, atau setidaknya menunda pinjaman, maupun menurunkan jumlah pinjaman.
-Â Â Â Mengapa sindikasi bank selalu memuluskan dan berani menambah jumlah pinjaman dari sebelumnya? Apakah tidak dilakukan pengawasan oleh Direksi Garuda atau Kementerian BUMN?
3.   Pembelian pesawat yang dipaksakan
Adanya pembelian pesawat yang dipaksakan, antara lain:
a)Â Â Â Tahun 2012, Garuda Indonesia menandatangani pembelian 18 pesawat jenis CRJ 1000 NextGen dengan Bombardier Aerospace, perusahaan pembuat pesawat asal Kanada. Penandatanganan tersebut dilaksanakan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan President & COO Bombardier Aerospace Guy Hachey
b)Â Â Â Selanjutnya Garuda Indonesia juga memiliki kesempatan untuk mendatangkan sebanyak 18 pesawat lagi.
c)Â Â Â Tahun 2015, Garuda Indonesia berencana membeli pesawat Airbus A350 sebanyak 30 unit.
Analisa Komite:
-Â Â Â Pembelian pesawat jenis CRJ 1000 NextGen, dirasakan tidak tepat, karena jenis pesawat tersebut berbahan bakar tinggi, padahal rute yang akan dicover adalah rute-rute pendek. Sehingga tidak efisien dan akan kalah saing dengan airlines lainnya.
-Â Â Â Sedangkan untuk rencana pembelian Airbus A350, dirasakan tidak tepat. Karena rencana penggunaannya, tidak feasible dengan marketnya. Bahkan Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli sudah pernah menyoroti rencana pembelian pesawat tersebut, karena menurutnya, Airbus A350 hanya cocok untuk rute Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa saja. Demikian juga Menteri Perhubungan pada waktu itu, Ignasius Jonan juga sempat berteriak, karena menilai rencana tersebut tidak tepat.
4.   Pembukaan jalur penernbangan yang cenderung dipaksakan
Sejak 30 Mei 2014, Garuda Indonesia mengudara kembali ke Eropa, dengan menerbangi rute Jakarta-Amsterdam dan terhubung ke rute internasional London Gatwick, mulai 8 September 2014. Hal ini seiring bergabungnya maskapai ini dalam aliansi global SkyTeam terhitung 5 Maret 2014.
Namun pada kenyataannya, rute ini tdak pernah penguntungkan secara signifikan. Apalagi dengan penerbangan 5X seminggu. Anehnya, mengapa sedemikian lama berlangsung?
Mencermati berbagai fakta tersebut diatas, apalagi kami yang sudah pernah bekerja lama di Garuda Indonesia, tentu tidak ingin Garuda Indonesia Bangkrut.
Komite Penyelamatan Garuda Indonesia (KPGI) yang terdiri dari: unsur mantan pejabat struktural, mantan pengurus forum/serikat karyawan/asosiasi/profesi, beberapa pejabat struktural yang idealis, dan para pemerhati, menyatakan komitmen: “Selamatkan Garudaâ€
Alasannya:
1.   Garuda Indonesia merupakan lambang derajat bangsa, di mata dunia Internasional (khususnya penerbangan).
2.   Garuda Indonesia merupakan barometer bagi perusahaan penerbangan Indonesia, dan perusahaan-perusahaan Internasional yang masuk ke Indonesia.
3.   Garuda Indonesia memiliki anak-anak perusahaan (cucu-cucu/afiliasi perusahaan) yang sudah menggurita, sehingga eksistensi Garuda Indonesia harus dipertahankan.
Komite Penyelamatan Garuda Indonesia (KPGI) memiliki kesimpulan sebagai berikut:
1.   Terjadinya kondisi Garuda yang dalam kurun waktu hampir 10 tahun terakhir, sudah bertentangan dengan tujuannya sebagai perusahaan BUMN. Sebab salah satu tujuan perusahaan BUMN adalah untuk memberi pemasukan terhadap Negara, yang kemudian akan dimanfaatkan kembali untuk Negara dan Masyarakat. Sedangkan dalam kondisi ini, justru Negara yang terseret untuk terus-menerus menanggung kerugian dan membantu mengatasi utang korporat.
2.   Mencermati kondisi Garuda yang demikian, Komite menduga adanya proses pembiaran dari pihak-pihak tertentu, yang dengan sengaja untuk membuat Garuda secara sistematis terpuruk.
Yang menjadi petanyaan dalam hal ini adalah:
a)Â Â Â Mengapa Pengawasan dari pihak Pemerintah tidak mampu untuk membuat Garuda menjadi perusahaan yang sehat?
b)Â Â Â Mengapa pula saham perusahaan Garuda yang sejak IPO, harga sahamnya terjun bebas dari pertama masuk bursa Rp. 750,- per lembar saham (2015), hingga kini menjadi Rp. 350,-/ lembar saham. Ini suatu anomali yang berkepanjangan, yang jelas tidak lazim dalam dunia bursa saham manapun.
Pembelian pesawat dengan meningkatkan utang, merupakan kebijakan yang sangat tidak logis. Apalagi laba korporasi selalu merugi. Tentu hal ini akan semakin menambah beban Negara.
Oleh sebaab itu, Komite Penyelamatan Garuda Indonesia (KPGI) yang merasa memiliki dan menyayangi Garuda Indonesia merekomendasikan:
1.   Agar Menteri BUMN segera mengatasi kompleksitas permasalahan Garuda Indonesia, baik secara regulasi terkait, maupun soal penilaian kinerja korporat. Termasuk dalam menentukan para Dewan Komisaris dan Dewan Direksi, yang menjadi kewenangan Menteri BUMN.
2.   Bila dinilai perlu, mengganti para anggota Dewan Komisaris, karena selama ini tidak mampu memberi arah kebijakan perusahaan untuk meningkatkan kinerja korporat. Padahal, fungsi Dewan komisaris adalah untuk memberi arah kebijakan korporat, agar berdaya saing dan semakin sehat. Hendaknya, jajaran Dewan Komisaris adalah mereka yang juga mengerti bisnis airlines dan manajemen strategis.
3.   Demikian juga jajaran Dewan Direksi, hendaknya mereka-mereka yang memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi, serta berintegritas. Dalam hal ini, Kementerian BUMN, harus benar-benar jujur memilih dan menempatkan jajaran Dewan Komisaris maupun Dewan Direksi yang tepat. Karena terbukti selama ini merugi dan utang selalu meningkat. Ini terindikasi tidak tepatnya SDM yang ditempatkan.
4.   Komisi VI DPR RI, diminta melakukan pengawasan ketat terhadap Menteri BUMN dan Garuda Indonesia. Sebab terbukti, pengawasan Komisi yang menangani BUMN di DPR, kurang ampuh dalam mengawasi keterpurukan Garuda Indonesia.
5.   Otoritas Jasa Keuangan diminta untuk menelusuri anomali saham Garuda Indonesia, yang sejak pertama masuk bursa saham, terjun bebas hingga sekarang.
Oleh Ketua Komite Penyelamatan Garuda Indonesia (KPGI) Tuanku Herman JRM