KedaiPena.com – Kejaksaan Agung sampai saat ini masih terus mengembangkan kasus dugaan korupsi PT Timah, dengan dugaan kerugian negara Rp271 Triliun. Namun angka tersebut nyatanya bukanlah Laporan Hasil Perhitungan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) yang secara konstitusional berhak melakukan penghitungan, tetapi kerugian ekologis menurut ahli IPB.
Tak ayal angka besaran kerugian itu mendapat sorotan dari publik, bisa menjadi fitnah luar biasa bagi 16 orang yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka beserta keluarganya.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menjelaskan angka Rp271 Triliun itu adalah hasil perhitungan Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Bambang Hero Saharjo, terkait kerugian ekologis yang diamati menggunakan citra satelit dari tahun 2015 sampai 2022.
Lagi pula menjadi aneh menurut Yusri bisa kerugian ekologis mencapai Rp271 triliun, karena setiap pemilik IUP 0perasi Produksi menurut PP nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan Mineral dan Batubara telah diwajibkan menempatkan jaminan reklamasi (jamrek) yang ditentukan besarannya oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM, yang bisa digunakan oleh Ditjen Minerba untuk memulihkan lobang tambang jika pemilik IUP tidak melakukan reklamasi, bahkan jamrek ini juga dijadikan syarat RKAB setiap tahunnya, sehingga timbul pertanyaan jangan jangan hal itu tidak dipenuhi baik pemilik IUP dengan persetujuan pejabat Ditjen Minerba, cilaka ini jika terjadi.
“Selain itu, kerugian akibat kerusakan lingkungan berbeda dengan kerugian negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK), jadi masyarakat jangan dikasih informasi yang menyesatkan,” ujarnya.
Yusri menyatakan penghitungan pakar IPB itu seharusnya tidak serta merta dijadikan Kejagung sebagai besaran dugaan kerugian negara. Secara konstitusional BPK lebih berhak menghitung besarnya kerugian negara.
“Jangan main-main ini loh, karena menyangkut harkat dan martabat 16 warga negara yang dijadikan tersangka beserta keluarganya,” ujarnya lagi.
Ia menyebutkan kondisi ini sebagai cara tidak manusiawi yang terkesan hanya sekadar mencari sensasi dengan seolah-olah menyebutkan angka fantastis.
“Betul saya setuju kita harus mendukung pemberantasan korupsi secara tuntas dan jangan tebang pilih, karena ini merupakan kejahatan luar biasa yang masih mendarah daging di republik kita. Tetapi harus juga dengan cara yang menjunjung hak asasi manusia,” kata Yusri dengan tegas.
Yusri menyampaikan kekhawatirannya karena cara aparat penegak hukum mencari sensasi ini malah menjadi plesetan di masyarakat.
“Malah telah mendidik masyarakat kita tidak sehat dan menjadi pergunjingan yang tidak sesuai dan terkesan dibesar-besarkan,” ungkapnya.
Ia pun menambahkan kewenangan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tertuang dalam Pasal 23E UUD 1945 dan dipertegas kembali dalam UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK.
“Sehingga sebagai lembaga pemeriksa tertinggi harus menghitung kerugian negara secara adil, bijaksana, objektif dan komperhensif terhadap dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk agar publik tidak simpang siur memahaminya,” pungkas Yusri.
Laporan: Ranny Supusepa