Artikel ini ditulis oleh Boy R. Sompotan, Aktivis PBHI, Aktivis Kemanusiaan, Tinggal di Jakarta.
Setelah merdeka 76 tahun, kaum milenial semakin sulit percaya kepada elit penguasa negeri. Hal ini karena tidak adanya satu kata dan perbuatannya para elit politik penguasa negeri saat ini.
Kaum milenial akhirnya lebih memilih ruang gerak berekspresi sendiri. Hal yang disebabkan sempitnya ruang gerak berekspresi yang disediakan oleh negara.
Media sosial tidak lagi seperti dulu, dapat dikontrol. Ruang-ruang media mainstream seperti cetak dan televisi pun demikian.
Lalu, munculnya mural yang dibuat para milenial beberapa waktu lalu. Kelompok ini sepertinya mendapatkan angin segar untuk ruang berekspresi model kekinian.
Pertanyaanya, kenapa kritik milenial ini muncul begitu cepat saat ini? Ya karena ulah dari pemimpin itu sendiri. Karena merebaknya kelakuan koruptif yang sudah menjadi kebiasaan dari kehidupan saat ini.
Korupsi menjadi hantu bagi kaum milenial. Karena mereka percaya bahwa ini bisa saja masuk ke lingkungan mereka.
Korupsi tidak lagi mengenal dan membatasi ruang waktu. Hal ini bisa juga disebut wabah pamdemi yang hampir mirip dengan Covid.
Edward Dalberg Acton yang kemudian dikenal dengan Lord Acton (1833-1902) sempat berdalil bahwa ‘power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely‘. Kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan mutlak, korupsinya juga mutlak.
Reformasi 1998 menyebabkan munculnya TAP MPR XI/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini diperkuat dengan TAP MPR VIII/2001 tentang arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Semangat reformasi juga menelurkan UU Tindak Pidana Korupsi dengan turunannya, sebuah lembaga superbody, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibuat sejak 2003.
Aturan itu masih berlaku, namun tidaklah diangap sebagai pelajaran sejarah yang sangat penting dan berharga bagi bangsa kita.
Kurang lebih 274 anggota DPR RI & DPRD, 350 kepala daerah. Belum lagi pejabat negara mulai dari Menteri, TNI, Polisi, Jaksa, Hakim, dan pengusaha masuk bui dan dalam proses penyidikan.
Beginilah wajah hukum dan kelakuan korupsi kita saat ini, dan masih akan terus berlanjut.
Menjadi pertanyaan, dapatkah kondisi seperti ini dipulihkan?
Pasti terus muncul pertanyaan, apa yang harus dilakukan supaya bangsa ini pulih dari penyakit koruptif.
Jawabannya ada pada diri kalian, wahai kaum milenial sebagai generasi penerus.
[***]