KedaiPena.Com – Permufakatan jahat, sistemik dan berjamaah Fredie Tan (FT) Alias Awi dengan pejabat pejabat PT. Pembangunan Jaya Ancol (PJA) sebenarnya satu persatu sudah lama terbongkar. Bahkan sejak kasusnya ditangani pihak penyidik Kejaksaan Agung FT sudah ditetapkan menjadi tersangka. Tapi, mengapa hingga kini FT Cs. tetap bisa melenggangkakung dan menghirup udara bebas? Mengapa aparat penegak hukum tidak juga bisa menyeretnya kepenjara? Padahal berbagai fakta dan bukti kejahatan tipikor yang dilakukan FT sudah sedmikian nyata dan terang benderang? Bagaimana pula BPK tidak menemukan kejahatan korporasi selama 14 tahun yang merugikan keuangan negara?
Dalam satu kesempatan, Ketua Ketua Komisi C DPRD DKI, Santoso memaparkan, terkait  kejahatan FT dimulai dari ambisinya mendirikan kerajaan Mall ABC di Ancol. Melalui berbagai modus operandi kejahatan FT selaku Direktur PT. Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) sudah dimulai sejak melakukan penipuan saat mengikat perjanjian BTO (Build, Transfer, Operation) selama 25 tahun dengan PJA yang kemudian di sewakan kepada (Pihak Ke-3) PT Mata Elang International Stadium (MEIS) (akta notaris 21 Maret 2012) tanpa sepengetahuan PJA dan restu DPRD.
“Salah satu siasat licik FT, terbukti saat dengan sengaja memberikan dokumen palsu kepada MEIS terkait 3 poin mendasar dokumen perjanjian antara WAIP dengan PJA yang dipalsukan,’’ tukas Santoso saaat ditemui khusus di sebuah cafe di bilangan Sabang, Jakarta Pusat belum lama ini.
Pertama, dalam dokumen yang diberikan kepada MEIS, Fredie Tan atau WAIP mengaku bahwa bangunan Ancol Beach City (ABC) adalah miliknya, padahal gedung Music Stadium Ancol adalah milik PJA dan WAIP hanyalah pengelola saja. Fakta ini membuktikan adanya sebuah kejahatan yang sejak awal direncanakan FT.
Kedua, perjanjian WAIP – MEIS disengaja tanpa melibatkan PJA. Padahal PJA selaku BUMD pemilik sah seharusnya ikut menandatangani. Artinya, seharusnya ada tiga pihak yang menandatangani sesuai perjanjian BTO antara PJA – WAIP. Sehingga, melalui fakta ini perjanjian WAIP – MEIS termasuk cacat hukum, dan PJA  pun dirugikan.
Ketiga, dalam perjanjian sewa jangka panjang antara WAIP – MEIS nilainya dalam hitungan per meter perseginya dibawah standar perjanjian PJA – WAIP yaitu hanya Rp. 6,7 juta/M2/25 tahun dari seharusnya minimal Rp. 21,5 juta/M2/25 tahun. Artinya sejak awal WAIP sudah merencanakan penipuan dengan iming-iming harga murah yang penting mendapatkan uang dan kemudian WAIP dengan berbagai cara merekayasa agar MEIS wanprestasi dan kemudian diambil alih.
WAIP juga  terbukti berusaha mengubah fungsi Music Stadium ABC (Ancol Beach City) menjadi mall dengan terlebih dahulu mengubah namanya menjadi ABC Lifestyle Mall lalu ABC Mall kemudian ABC Celebrity Mall.
Selain itu, lanjut Santoso, WAIP juga tidak melakukan pembayaran Pajak Pembangunan dan tidak mampu mengadakan show international setelah ribut dengan MEIS. Hal ini merugikan PT PJA karena tidak mendatangkan ratusan ribu pengunjung lagi tiap tahunnya. Dan apabila hal ini dibiarkan saja, maka sudah dipastikan ini menjadi kerugian negara yang berkelanjutan hingga tahun 2037,’’ jelasnya.
Sepak terjang dan indikasi permainan kotor, kolusi dan korupsi WAIP dengan PJA dimulai sejak ikatan perjanjian PJA – WAIP tahun 2004 dan berlaku hingga 2015 dan penuh dengan wanprestasi. Kronologisnya, dimulai sejak penawaran pertama WAIP disampaikan atas nama PT. Putra Teguh Perkasa (PTP) dan selaku Direktur Utama Ali Yoga, tetapi kemudian diambil alih oleh FT alias Awi. Sehingga perjanjian kerjasama BTO Gedung Music Stadium yang terjadi adalah antara PJA dengan PT. Paramitha Bangun Cipta Sarana (PBCS) dan ditandatangani Direktur Utama Fredie Tan pada tahun 2004. Inilah titik awal FT mendapatkan proyek tanpa modal dengan menggunakan Direktur PTP Ali Yoga sebagai bamper.
Kemudian terjadi pemutusan PJA dikarenakan wanprestasinya PBCS oleh sebab karena pembangunan gedung tidak juga dilakukan, akan tetapi kemudian dialihkan ke perusahaan lain sebanyak dua kali ke perusahaan baru yang adalah milik dan Direktur Utama nya atas nama pribadi yang sama, Fredie Tan.
Dari sini, Indikasi korupsi melibatkan oknum pihak PJA mulai tercium. Pengalihan dari PBCS setelah wanprestasi kepada WAI pada April 2007 dan kemudian wanprestasi lagi, dilimpahkan dari WAI kepada WAIP pada 28 Agustus 2009 diduga kuat terjadi gratifikasi suap menyuap dan pemufakatan jahat oleh FT ke oknum PJA.
Praktik licik dan licin FT ini jelas merugikan PJA sebagai BUMD dan tentunya berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan memperdaya pejabat PJA melalui modus operandinya para pemegang saham di perusahaan-perusahaan tersebut menjadi korban penipuan FT alias Awi. Bahkan, akibat wanprestasi WAIP selanjutnya dimanfaatkan oleh pejabat PJA sebagai peluang korupsi. Indikasi kerugian PJA akibat terlambat beroperasinya ABC Music Stadium diperkirakan mencapai sebesar Rp. 118 Milyar. Dalam kondisi kerugian yang berkelanjutan ini, maka diperkirakan kerugian negara akan mencapai Rp. 515 milyar.
“Akibat pemufakatan korupsi yang berkelanjutan ini seluruh jajaran direksi dan dewan komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol harus diperiksa dan diseret ke meja hijau. Tidak ada satupun yang boleh lolos dari jeratan hukum tipikor akibat menjarah aset triliunan milik PT PJA yang merugikan keuangan negara sekaligus menyengsarakan rakyat,’’ tegas Santoso.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka semua pihak yang terlibat harus diperiksa dan diproses secara hukum. Pengelolaan ABC Music Stadium harus segera diaudit BPK dan segera dibekukan demi masa depan Ancol. Karena kerugian terus yang berkelanjutan akibat dijarah oknum-oknum pejabat didalam dapat menghambat PT. PJA kedepan. Kejahatan Fredie Tan Cs dan oknum PJA sudah masuk kategori berbahaya dan harus dihukum yang seberat beratnya.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas