KedaiPena.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan dua politisi PDI Perjuangan, Sulaeman dan angga DPRD Bekasi Waras Wasisto dalam persidangan kasus dugaan suap proses perizinan proyek milik Lippo Group, Meikarta. Jaksa akan mencari tau peran keduanya dalam penyerahan uang sebesar Rp 1 miliar ke Sekda Jabar, Iwa Karniwa.
“Memang kami kan dari keterangan Neneng Rahmi dan Henry Lincoln ada pemberian Rp 1 miliar oleh Pak Iwa melalui Pak Waras,” ujar Jaksa KPK I Wayan Riana, di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin (28/1).
Kesaksian keduanya pun rencananya akan dikonfrontir Jaksa dengan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, serta mantan Sekdis PUPR Kabupaten Bekasi Henry Lincoln.
“Tadi juga sudah dijadwalkan lagi Pak Iwa untuk hadir. Waras juga kemungkinan besar (dihadirkan) dan Sulaiman juga. Dikonfrontir kan tadi permintaan majelis agar dilakukan konfrontir supaya jelas. Jadi semua saksi terkait pemberian ke Pak Iwa itu dihadirkan,” kata Wayan.
Sebab menurut dia, sejauh ini ada ketidaksesuaian dari keterangan para saksi terkait dugaan penyerahan dana kepada Iwa.
Diketahui pada fakta persidangan, dana itu diduga digunakan untuk pembuatan banner dalam rangka pencalonan dirinya dari PDI-P dalam kontestasi Pilkada Jabar 2018.
“Kalau BAP Pak Iwa sendiri banner, kalau keterangan Neneng Rahmi itu uang. Kami masukkan ke dalam konfrontir itu,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa membantah telah menerima uang sebesar Rp 1 miliar dalam perjalanan proses perizinan proyek Meikarta.
Hal itu dikatakan Iwa saat hadir sebagai saksi dalam perkara suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jalan LRE Martadinata, Senin (28/1/2019).
Dalam persidangan, jaksa dari KPK mempertanyakan soal pengakuan Neneng Rahmi yang telah memberikan uang Rp 1 miliar kepada Iwa melalui anggota DPRD Jabar dari PDI-P Waras Wasisto
Iwa menjelaskan, sekitar akhir 2017 ia dihubungi via telepon seluler oleh Waras Wasisto yang meminta bertemu. Saat itu, Iwa tengah istirahat di rest area KM 72 Tol Cipularang sepulang mengikuti rapat di Jakarta.
“Saya tak tahu hanya bertemu di KM 72. Saya pulang rapat di pusat. Saya rehat dan dikontak Pak Waras ada yang minta ketemu. (Alasan menyetujui pertemuan) karena hubungan dengan DPRD itu panjang,” ujar Iwa.
Kemudian, Waras datang bersama Henry Lincoln, Neneng Rahmi, dan Sulaiman. Dalam pertemuan itu, Neneng datang namun tak ikut dalam pertemuan tersebut.
Merekap pun dikenalkan Waras kepada Iwa. Dalam pertemuan tersebut, mereka meminta bantuan soal pengurusan Raperda RDTR. Saat itu, Iwa meminta mereka untuk berbicara di kantor.
“Saya baru kenal setelah dikenalkan Pak Waras Wasisto anggota DPRD Jabar. Akan mengajukan Raperda RDTR saya bilang silakan saja sesuai proses kalau untuk masalah ini saya bilang di kantor saja,” ungkap Iwa.
Dalam pertemuan di kantornya, Iwa mengatakan mereka kembali membahas Raperda RDTR. Setelah mendengarkan maksud kedatangan mereka, Iwa mengatakan tak bisa membantu lantaran tak punya kewenangan di dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
“Beberapa hari kemudian datang rombongan ke kantor bersama Pak Waras. Saya informasikan, Raperda ini ke gubernur dan BKPRD. Pada saat BKPRD dengan Pergub 17 tahun 2010 Sekda sebagai ketua, pada 4 Maret 2016 ketua dialihkan oleh gubernur ke wagub sehingga saya tidak ada kewenangan dan saya tak pernah ikut sekalipun rapat BKPRD,” papar Iwa.
Iwa pun membantah telah menerima uang dalam dua pertemuan tersebut.
“Tidak pernah. Saya tidak meminta dan tidak menerima,” ujar Iwa.
Iwa pun mengaku tak pernah meminta bantuan Waras dalam pembuatan banner terkait rencananya terjun di Pilkada Jabar 2018 dari PDIP.
“Pada saat terakhir ketemu di ruang sekda, setelah pertemuan Waras membisiki ada pemberian banner tapi saya menolak karena saya enggak bisa bantu. Saya juga enggak pernah ngasih contoh (desain),” jelasnya.