Artikel ini ditulis oleh Steph Subanidja, Ketua Dewan Pengawas Koperasi Jasa Widyani Sejahtera.
Pada 3 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan langkah besar dalam kebijakan ekonomi pedesaan dengan mencanangkan program Koperasi Desa Merah Putih. Program ini menargetkan pembentukan koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa di seluruh Indonesia, dengan harapan mampu menjadi motor penggerak ekonomi desa yang berdaya dan mandiri. Namun, seberapa besar peluang koperasi ini benar-benar menjadi solusi nyata bagi perekonomian masyarakat desa?
Masyarakat Desa: Korban Sistem yang Tidak Adil
Masyarakat desa telah lama terjebak dalam jerat ekonomi yang tidak berpihak. Tengkulak dan pinjaman online ilegal menjerat para petani dan pelaku usaha kecil dengan bunga mencekik. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada tahun 2024, lebih dari 15 juta masyarakat desa terjerat pinjaman online ilegal dengan rata-rata bunga mencapai 200 persen per tahun. Akses permodalan yang terbatas membuat desa sulit berkembang. Akibatnya, kemiskinan menjadi warisan turun-temurun, dengan 40 persen dari total penduduk desa masih hidup di bawah garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2023).
Gotong Royong dan Demokrasi Ekonomi: Solusi Melalui Koperasi
Koperasi Desa Merah Putih hadir untuk menghentikan lingkaran ini dengan mengusung prinsip gotong royong dan demokrasi ekonomi. Dalam model koperasi, keuntungan tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi dibagikan secara adil kepada seluruh anggota. Koperasi juga terbukti lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi karena berbasis pada solidaritas dan keseimbangan ekonomi.
Sebagai contoh, Koperasi Unit Desa (KUD) di Jawa Tengah yang mengelola pemasaran hasil pertanian secara kolektif mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar 30 persen dalam dua tahun terakhir. Dengan koperasi, desa memiliki kekuatan untuk mengelola hasil pertanian dan produk lokal secara kolektif, meningkatkan nilai jual, serta memperluas pasar tanpa bergantung pada perantara yang sering merugikan produsen.
Transformasi Ekonomi: Koperasi sebagai Kunci Kemandirian Desa
Dengan lebih dari 64.000 kelompok tani yang siap bertransformasi, koperasi berpotensi menjadi kekuatan besar dalam ekonomi nasional. Di Indonesia, koperasi yang dikelola dengan baik seperti Koperasi Simpan Pinjam di Bali telah membuktikan bahwa model bisnis ini mampu memberikan akses pembiayaan dengan bunga rendah bagi anggotanya, yang pada akhirnya meningkatkan daya beli masyarakat setempat.
Sistem distribusi yang lebih efisien akan membuat harga pangan lebih terjangkau bagi masyarakat. Contohnya, koperasi yang dikelola di wilayah Jawa Timur berhasil memangkas rantai distribusi beras, sehingga harga jual di tingkat konsumen turun hingga 15 persen sementara keuntungan petani meningkat 20 persen. Desa yang memiliki koperasi kuat dapat menentukan harga produknya sendiri, mengelola produksi dengan lebih efisien, serta memastikan kesejahteraan bersama.
Mekanisme Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih
Agar koperasi berjalan efektif, pemerintah telah menetapkan mekanisme pembentukan yang sistematis. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat desa akan dilakukan oleh pemerintah daerah dan Dinas Koperasi. Pembentukan kelompok inisiator yang terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda, dan perwakilan petani akan menyusun AD/ART koperasi. Setelah pengesahan, koperasi akan mendapatkan Nomor Induk Koperasi (NIK) dan mulai beroperasi secara resmi.

Sebagai contoh, di Kabupaten Sleman, koperasi pertanian yang dibentuk sejak 2019 telah berhasil memberikan manfaat ekonomi bagi lebih dari 5.000 petani dengan peningkatan produksi padi sebesar 25 persen setelah dilakukan pelatihan manajemen pertanian oleh pemerintah setempat.
Pendampingan dan Struktur Organisasi Koperasi
Untuk mendukung keberlanjutan koperasi, pemerintah juga menyediakan pendampingan bisnis, pelatihan manajemen keuangan, seperti bagaimana menyusun laporan keuangan, manajemen pemasaran, termasuk pemasaran ekspor, pelatihan pengurus dan pengawas melalui program sertifikasi, serta sistem audit berkala agar koperasi tetap transparan dan akuntabel.
Dalam struktur organisasinya, koperasi akan memiliki ketua, sekretaris, bendahara, bidang usaha, bidang keuangan, bidang SDM, serta dewan pengawas. Koperasi di Yogyakarta yang menerapkan model ini telah berhasil meningkatkan efisiensi produksi usaha anggotanya sebesar 40 persen dalam tiga tahun terakhir. Koperasi Jasa Widyani Sejahtera di Jakarta juga menerapkan struktur organisasi seperti ini, mampu memberikan Sisa Hasil Usaha secara rutin kepada anggotanya, dan terciptanya harmoni antar anggota, pengurus, dan pengawas.
Modal dan Digitalisasi sebagai Tantangan Koperasi
Salah satu tantangan utama koperasi adalah modal kerja. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan beberapa skema pendanaan, seperti alokasi Dana Desa untuk modal awal, modal penyertaan pemerintah bagi koperasi yang lolos verifikasi, kemitraan dengan BUMN dan swasta melalui CSR atau investasi berbasis sosial, serta pinjaman lunak dari bank atau Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM.
Di sektor digital, koperasi juga harus mampu beradaptasi dengan era digital. Sebuah studi dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa koperasi yang mengadopsi teknologi digital mengalami peningkatan omzet hingga 50 persen dalam dua tahun pertama implementasi. Koperasi digital seperti Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia telah berhasil memanfaatkan platform e-commerce untuk menjangkau pasar nasional dan meningkatkan daya saing produk lokal.
Saatnya Desa Bergerak!
Program Koperasi Desa Merah Putih adalah sebuah langkah revolusioner, tetapi tantangannya juga besar. Jika hanya sekadar diumumkan tanpa eksekusi yang matang, program ini bisa menjadi sekadar jargon politik yang berlalu begitu saja.
Namun, jika koperasi dikelola dengan serius, transparan, dan profesional, ini bisa menjadi awal kebangkitan ekonomi desa yang sesungguhnya. Saatnya desa tidak hanya menjadi penonton kebijakan, tetapi menjadi aktor utama dalam perubahan ekonomi mereka sendiri!
[***]