KedaiPena.Com – Pengadilan Tipikor tetap menyidangkan tersangka Edward Soeryadjaya, pemilik Ortus Holding Limited dalam kasus dugaan korupsi dana pensiun Pertamina. Hal tersebut ditentang oleh sejumlah akademisi hingga penggiat anti korupsi.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai, bahwa apa yang dilakukan oleh Pengadilan Tipikor merupakan tindakan sewenang-wenang.
Bahkan, Margarito menegaskan, bahwa dalam kasus ini sangat terlihat hukum telah dijadikan sebuah alat untuk memukul seseorang.
“Ini konyol, negara ini konyol. Negara ini menakdirkan sebagai negara hukum demokratis dan ada pengadilan tapi punya putusan tidak dipatuhi,” ungkap Margarito dalam sebuah diskusi yang digelar di Hotel Ashley, Jakarta, Selasa, (15/5/2018).
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman ditempat yang sama juga menilai bahwa pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) telah melanggar prinsip hukum.
Hal itu, tegas Boyamin, lantaran pengadilan tipikor telah menyidangkan perkara yang sudah dinyatakan gugur oleh putusan pra peradilan.
“Atas putusan praperadilan tersebut, maka pengadilan tipikor tidak punya kewenangan lagi menyidangkan perkara,” pungkas Boyamin.
Diketahui hakim tunggal PN Jaksel, Aris Bawono Langgeng, pada tanggal 23 April 2018 menjatuhkan putusan untuk mengabulkan praperadilan yang diajukan pemohon Edward Soeryadjaya, yang sebelumnya dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Edward sempat dinyatakan tersangka kasus korupsi Dana Pensiun Pertamina oleh Kejaksaan Agung sejak akhir 2017. Dan pada 26 Maret 2018, Edward Soeryadjaya mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya. Pada 9 April 2018, digelar sidang praperadilan pertama. Namun pihak Kejaksaan Agung tidak hadir sehingga sidang ditunda sepekan.
Pada 16 April, sidang praperadilan mulai digelar. Hingga 23 April 2018, PN Jakarta Selatan menggelar lima kali sidang praperadilan sampai terbit vonis yang membatalkan surat perintah penyidikan dari Kejaksaan Agung terhadap Edward Soeryadjaya dan membatalkan penetapan tersangka atas nama Edward Soeryadjaya.
Laporan: Muhammad Hafidh