KedaiPena.Com – Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kerap dipakai untuk mengkriminalisasi lawan politik penguasa.
Sapriyanto Refa, perwakilan Advokat Indonesia Bersatu dalam diskusi Forum Tebet di Jakarta, Jumat (12/4/2019) turut berkomentar soal ini.
Menurut dia, aturan sebenarnya sudah jelas. Tapi penegakannya yang tidak menimbulkan keadilan bagi rakyat.
“UU ITE itu membungkam orang yang bicara kritis, termasuk kritis terhadap pemerintah. Aparat kan yang menjalankan UU, harusnya aturan ditegakkan tanpa pandang bulu,” kata dia.
Masih katanya, penegakan hukum harus seimbang. Jangan yabg berseberangan dengan pemerintah saja yang kencang ditangani. Tapi yang jika tidak berseberangan dengan pemerintan juga harus seimbang, harus diadili juga jika bersalah.
“Cara mengukur keseimbangan adalah, cara kerja aparat profesional, pengawasan yang dilakukan tidak boleh lemah. Dan harus ada perlindungan pelapor,” lanjut Refa
Seperti yang paling baru di Malaysia, saat surat suara tercoblos salah satu paslon. Bukannya diungkap fakta hukumnya, malah sibuk mengejar pihak yang pertama kali mengungkap kasus ini.
“Harusnya kan ungkap fakta, jangan malah seperti berada di salah satu pihak. Beri perlindungan kepada pelapor, jangan malah dikejar-kejar,” sambungnya.
Sebenarnya, dalam hierarki hukum Indonesia, UU itu mengikat secara umum. Artinya, meskipun aturan itu bertentangan dengan UUD 45, maka UU itu tetap berlaku.
Sama seperti UU ITE, meski bertentangan dengan Pasal 28 UUD 45 soal kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, tetap saja UU tersebut berlaku.
“Dan sampai saat ini, UU ITE itu belum diuji (materi di MK). Itu masalahnya,” lanjut dia.
Laporan: Rian Sartono Perdana