KedaiPena.Com – Jumlah Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Beras Sejahtera (Rastra) atau yang selama ini dikenal dengan sebutan Beras Miskin (Raskin) di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, mengalami pertambahan per tahun 2017.
Data diterima, pertambahan tersebut sebanyak 1860 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di 20 kecamatan se Kabupaten Tapanuli Tengah. Jumlah tersebut secara persentase sebesar 8.6 persen dari perbandingan penerima sebelumnya. Atau secara rinci dari sebanyak 21.507 menjadi 23.367 untuk perubahan data per tahun 2017.
Bertambahnya jumlah Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Beras Sejahtera (Rastra) atau yang selama ini dikenal sebagai Beras Miskin (Raskin) di Kabupaten Tapanuli Tengah memunculkan beberapa kesimpulan sementara. Salah satu diantaranya kecurigaan pertambahan jumlah penduduk miskin yang signifikan.
Kepala Bappeda Tapteng, Basyiri Nasution yang diwawancara terkait itu tak menampik kecenderungan bertambahnya kemiskinan itu. Kendati, dirinya menyebutkan bahwa secara data Kabupaten Tapanuli Tengah mengalami pertumbuhan ekonomi meski tipis, yakni sekitar 0,4 persen dari tahun 2014 ke 2015.
“Kalau dari data tahun 2013 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 persen memang turun di tahun 2014 menjadi 5,04 persen tapi kemudian kembali naik di tahun 2015 menjadi 5,08 persen, atau naik sekitar 0,4 persen,†sebut Basyiri.
Basyiri mengakui, pertumbuhan ekonomi itu memang terjadi tidak merata. Penyebabnya adalah program pembangunan di Kabupaten Tapteng yang parsial dan tidak dilakukan secara merata serta tak terfokus.
“Tidak ada terobosan merubah kebijakan, misalnya Pariwisata, ayo fokus kesana, tapi selesai, kan harus ada kajian. Misalnya pantai barat, lautnya yang menjanjikan kan Tapteng. Dari sisi sumber daya alam misalnya, ayo, kalau pertanian, ayo, atau kelautan. Kalau kepala daerah baru nanti fokus pada 1 titik pengembangan, tidak seperti selama ini cuma rutinitas, maka pertumbuhan ekonomi itu akan bisa lebih merata,†kata dia.
Basyiri menambahkan, faktor lain yang menyebabkan tidak merata-nya pertumbuhan ekonomi itu disebabkan topografi masyarakat yang juga menyebar tidak merata. Kondisi itu berefek pada tersendatnya proses pembangunan.
“Penyebaran penduduk itu menyebar sekali. Misalnya kalau membangun infrastruktur pun, misalnya listrik mereka akan pertimbangkan. jadi PR nya adalah bagaimana 2018 nanti masyarakat juga dapat bermukim secara terfokus,†katanya.
Kembali disinggung soal meningkatnya penerima Rastra itu, Basyiri menegaskan seharusnya program tersebut benar-benar tepat sasaran agar bermanfaat dan dapat memperbaiki situasi perekonomian masyarakat.
Sayangnya, beber Basyiri, fakta yang pernah ia temukan di lapangan, penyaluran Rastra kepada masyarakat secara teknis tidak tepat sasaran. Ia menjelaskan, temuan itu dimana pembagian Rastra dilakukan secara merata atas dasar kesepakatan bersama.
“Raskin (Rastra-red) itu dibagi rata, ya mana mungkin, misalnya kita bertiga menerima, seharusnya bagian kita itu contohnya 20 kilogram per bulan, jadi gak dapat akibat dibagi rata di desa, saya sering temukan faktanya di lapangan. Ya seharusnya tidak boleh. Saya temukan itu, saya bisa buktikan itu di satu desa, dan ini sudah menjadi turun temurun. Nah,ketika tidak jalan, bagaimana pembangunan ekonomi itu juga bisa tepat sasaran,†urai Basyiri.
Terpisah, Akademisi STIE Al-Wasliyah Tapteng Khairil Safli Pohan, berpendapat bahwa korelasi pertumbuhan ekonomi yang bertolak belakang dengan meningkatnya penerima Rastra harus dikaji lebih mendalam.
Kajian itu, kata dia, misalnya menelaah mengapa pertumbuhan ekonomi tersebut tidak mempengaruhi angka kemiskinan. Secara teori, lanjut dia, bisa saja pertumbuhan ekonomi itu disebabkan oleh beberapa orang saja yang mengalami peningkatan perekonomian, sementara di pihak lain mayoritas masyarakat mengalami penurunan perekonomian.
“Misalnya penduduk A tahun 2011 lalu berpendapatan Rp10 juta dan tahun 2016 pendapatannya meningkat menjadi Rp20 juta. Sementara kebanyakan penduduk lain yang berpendapat Rp4 juta tahun 2011 pendapatannya menurun menjadi Rp3 juta. Ini kan secara kualitas berbeda,†terang Khairil.
Khairil menyoal penyajian data-data terkait angka pertumbuhan ekonomi dan angka kemiskinan tersebut. Agar tidak terjadi kekeliruan di tengah publik dalam menelaah data-data tersebut, ia menyarankan agar penyajian data-data dalam statistik dapat disajikan secara mendetail kepada masyarakat. Karena menurutnya, data-data tersebut sangatlah penting untuk juga menelurkan berbagai kebijakan pemerintah, sekaligus berguna bagi masyarakat untuk mengevalusi program-program yang dilakukan pemerintah selama ini.
“Masyarakat kan juga punya hak untuk menilai dan mengevaluasi kinerja pemerintahnya, apakah program yang dilaksanakan selama ini tepat guna, mendongkrak perekonomian atau tidak, dan pemerintah juga tentu harus mengevaluasi program-program pembangunan yang dilakukan, kalau tidak tepat guna, ya direvisi programnya, kan gitu seharusnya,†urainya.
Selain itu, da juga menyarankan, agar disamping menyajikan rata-rata dalam berbagai data terkait ekonomi masyarakat, disajikan juga data dalam bentuk distribusi penghasilan. Misalnya berapa persen masyarakat yang berpendapat Rp1 juta ke bawah, Rp1 juta sampai Rp3 juta berapa dan Rp3 juta sampai Rp5 juta.
“Jadi diketahui di kisaran berapa sebenarnya dominan penghasilan masyarakat tersebut,†katanya.
Laporan: Dom