KedaiPena.com – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyoroti ketidakpastian waktu beroperasi secara komersial atau Commercial Operation Date (COD) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 dengan kapasitas 1760 Mega Watt (MW).
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman menyatakan ketidakpastian ini semakin mengkuatirkan dan berpotensi molor lebih lama lagi.
Ia menjelaskan bahwa proyek PLTGU Jawa-1 yang terletak di Desa Cilamaya, Kabupaten Kerawang Jawa Barat, dengan total investasi USD 1,75 miliar atau mendekati Rp28 triliun, yang awalnya akan dijadikan model pembangkit dengan energi bersih yang paling efisien oleh PLN dengan harga tarif listriknya USD 5,336 sen per KWH adalah pembangkit listrik terintegrasi paling besar di Asia Tenggara, ternyata belakangan terungkap ada masalah dari sisi tehnologi pembangkitnya.
Sehingga, selain timbul ketidak pastian komersialnya, akan berakibat posisi keekonomian proyek ini jatuh ke zona merah yang berbahaya, yaitu IRR (Internal Rate of Return)-nya di bawah 6 persen.
“Pasalnya, telah terjadi kontradiksi pernyataan jadwal komersial antara pemilik proyek dengan anggota konsorsium EPC, dalam hal ini terjadi beda pernyataan antara Subholding PT Pertamina NRE (New Renewable Energy) dengan pihak General Electric,” kata Yusri, Rabu (17/5/2023).
PT Pertamina NRE melalui Direktur Operasi, Norman Ginting kepada awak media pada 9 Mei 2023 dalam rilis media kinerja PT Pertamina NRE tahun 2022 yang dihadiri juga oleh CEO nya Danif Saputra, telah menyatakan bahwa PLTGU Jawa-1 untuk unit 1 maupun unit 2 sedang dalam proses commissioning dan ditargetkan sekitar Agustus atau September 2023 akan beroperasi komersial.
Namun berbeda halnya dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Country leader General Electric (GE) Gas Power Indonesia, Goerge Djohan kepada media pada 12 Mei 2023, bahwa PLTGU Jawa-1 sedang commissioning dan diperkirakan akan beroperasi komersial pada akhir tahun 2023.
“Sungguh aneh dan menjadi pertanyaan besar terhadap adanya perbedaan keterangan untuk sebuah proyek besar dengan nilai investasi sekitar USD 1,75 miliar, terkesan tidak ada koordinasi bahkan mismanagement di tingkat komando proyek yaitu pihak sponsor atau konsorsium,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Yusri, kontradiksi pernyataan diatas seolah olah ingin membantah pernyataan Menteri ESDM sebelumnya. Karena, Menteri ESDM Arifin Tasrif ketika dalam kunjungan kerja di Gresik, Jawa Timur pada 5 Mei 2023, menyatakan molornya proyek PLTGU Jawa-1, bahwa yang menjadi biang keroknya karena alat atau engine yang digunakan tidak sesuai dengan standar.
“Lebih menegaskan ada masalah desain alat, ya ternyata ngak proven dan oleh perusahaan dari negara uncle sam,” ujarnya lagi.
Yusri menyatakan PLTGU Jawa-1 sesuai target awal seharusnya sudah beroperasi secara komersial paling lambat pada Desember 2021, karena merupakan bagian dari program Jokowi untuk proyek 35.000 MW.
“Perlu diketahui, tahapan COD itu diawali first fire, kemudian commissioning, sinkronisasi, performance test dan terakhir reliability test,” kata Yusri lebih lanjut.
Menurut informasi yang diperoleh CERI, pemilihan tehnologi sing shaft combined cycle turbin yang katanya memberikan efisiensi termal tinggi mencapai kisaran 60-65 persen diproduksi GE di Amerika Serikat adalah keputusan bulat anggota konsorsium Jawa Satu dan disetujui pihak PLN.
Adapun anggota konsorsium PT Jawa Satu Power (JSP) adalah, PT Pertamina NRE mengempit saham 40 persen, Marubeni Corporation 40 persen dan Sojitz 20 persen.
Sementara, kontraktor EPC sebagai pelaksana proyek pembangkit terintegrasi pertama di Asia Tenggara telah ditunjuk konsorsium Samsung C&T dengan GE (General Electric) dan PT Meindo Elang Indah.
Adapun pasokan gas untuk PLTGU Jawa-1 berasal dari LNG Tangguh Papua yang diregasifasikan di Floating Storage Regasification (FSRU) Jawa Satu, yang dibangun di Korea Selatan, sudah stand by sejak pertengahan tahun 2021.
“Cilakanya lagi, kami mendapat informasi terbaru selain masalah engine, ternyata pemasangan pipa bawah laut sepanjang 20 km yang harusnya ditanam 2 meter didasar laut, tetapi digelar/ditidurkan di dasar laut (seabed). Publik menunggu hasil akhir dari proyek PLTGU Jawa satu, apakah problem tehnologinya yang dituding Menteri ESDM sebagai penyebab molornya bisa diatasi oleh perusahaan General Electric,” pungkas Yusri.
Laporan: Ranny Supusepa