KedaiPena.com – Pengamat Politik dan Militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, utang diplomasi Indonesia kepada Liga Arab di awal kemerdekaan dibayar dengan mengirimkan Kontingen Garuda (Konga) pertama sebagai Pasukan Pemelihara Perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Mesir. Utang yang dimaksud adalah Liga Arab lah yang pertama menetapkan resolusi pengakuan kemerdekaan Indonesia di dunia.
“Jadi awal mula Indonesia membentuk Kontingen Garuda menjadi Pasukan PBB tidak bisa dilepaskan dari utang diplomasi Indonesia kepada Liga Arab. Di situlah TNI memainkan peran penting dalam diplomasi militer,” kata Selamat Ginting pada awak media di Kampus Unas, Jakarta, Minggu (16/6/2024).
Ia menyatakan pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh dari Liga Arab merupakan suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional. Bahkan di tengah ancaman tentara Belanda, utusan Liga Arab menemui Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Yogyakarta.
Indonesia, lanjut Ginting, kemudian membuat perwakilan pertamanya di Mesir merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Para diplomat negara-negara Arab gigih mendukung Indonesia di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB membahas sengketa Indonesia-Belanda. Sebagai penjajah Belanda banyak didukung negara-negara Eropa.
Diungkapkan, sebagai tanda terima kasih kepada Liga Arab, Presiden Sukarno mengunjungi Mesir dan Arab Saudi. Ketika Majelis Umum PBB memutuskan pasukan Inggris, Prancis dan Israel harus mundur dari dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan PBB dengan mengirim untuk pertama kalinya Konga sebagai Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir.
“Kontingen Garuda I berkekuatan lebih dari 500 prajurit TNI dikirim pada awal 1957 ke Mesir. Itulah sejarah awal Indonesia mengirimkan Pasukan pemeliharaan Perdamaian PBB,” paparnya.
Ginting menjelaskan setelah pengiriman Konga I, Indonesia tidak pernah absen mengirimkan pasukan perdamaian PBB di Timur Tengah sejak 1973 hingga 1979. Oleh karena itulah dapat dipahami kini Indonesia juga kembali mempersiapkan pasukan pemelihara perdamaian untuk berangkat ke Timur Tengah di Gaza, Palestina, sambil menunggu mandat dari PBB.
TNI akan mengirimkan satu brigade komposit atau gabungan yang terdiri dari Batalyon Zeni, Batalyon Kesehatan, Batalyon Perbekalan, dan Batalyon Pendukung Keamanan. Termasuk menyiapkan kapal perang untuk korban kemanusiaan akibat agresi militer Israel di Palestina.
“Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi kedamaian, seperti tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945 alinea pertama: sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,” paparnya lagi.
Dikemukakan, alinea pertama pembukaan UUD 1945 menekankan kemerdekaan hak inheren (melekat) dari setiap bangsa, termasuk Indonesia. Sebagai negara berdaulat, Indonesia secara tegas menolak penjajahan dan mendorong upaya bersama untuk mengakhiri konflik di seluruh dunia.
“Penjajahan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan keadilan. Agresi militer Israel di Palestina merupakan bentuk penjajahan. TNI berkomitmen terhadap perdamaian dunia dengan membentuk pasukan PBB,” pungkas Ginting.
Laporan: Ranny Supusepa