KedaiPena.Com – Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusomo menilai maraknya tindakan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan yang terjadi Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan masih beredarnya konten-konten vulgar di sejumlah sosial media.
“Pasti ada kaitannya karena banyak kasus kekerasan seperti kasus YY yang beberapa tahun lalu menggencarkan Indonesia dulu karena ada kaitannya dengan pornografi,” ujar Sarah sapaanya kepada KedaiPena.Com, Minggu, (1/9/2019).
Dengan demikian, Sarah pun mendorong,
agar keberadaan Undang-undang Pornografi dapat didukung dengan anggaran dan kebijakan yang tepat.
“Diperlukan juga pengawasan medsos seperti forum medsos yang mendunia harus bisa dilakukan, salah satunya mungkin dengan bekerja sama dengan perusahaan provider internet,” jelas Politikus Gerindra ini.
Sejumlah konten-konten vulgar masih marak beredar di platform sosial media YouTube, dan belum terdeteksi oleh pemerintah.
Teranyar, ialah konten milik akun Hendric Shinigami yang berisi proses penatoan kepada perempuan yang dilakukan secara vulgar.
Video milik Hendric Shinigami ini sendiri sudah ditonton hingga 5,3 juta oleh penonton di akun YouTube pribadi miliknya.
Pendidikan Jadi Kunci
Pengamat IT Marsudi Wahyu Kisworo mengakui bahwa masih tersebarnya sejumlah konten-konten negatif atau vulgar sedianya dapat menjadi warning bagi para orang tua yang dengan mudah memberikan gadget kepada anak.
Salah satu solusi dari masalah ini, lanjut Marsudi, ialah peran orang tua kepada anak-anak saat membelikan da memberikan gadget.
Hal itu, kata Marsudi, lantaran keberadaan konten vulgar di sosial media memiliki standar berbeda- beda di setiap negaranya. Platform yang mayoritas berasal dari luar negeri tidak menerapkan standar Indonesia.
“Kuncinya dipendidikan misalnya contoh anak kecanduan game, rata-rata saat saya tanya kepada orang tuanya ketika membelikan atau memberikan smartphone apakah mengajarkan kepada anaknya. Mereka menjawab tidak,” kata Marsudi terpisah.
“Pada akhirnya mereka mencoba dengan bertanya kepada teman-temannya hingga akhirnya diarahkan untuk membuka konten-konten negatif,” sambung Komisaris Independen Telkom Indonesia ini.
Laporan: Muhammad Hafidh