KedaiPena.Com – Staf Humas KPK Tata Khoiriyah mengatakan, jika konsep pembinaan kepada 24 dari 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) masih belum jelas.
Mulanya, Tata menceritakan terkait undangan via email dari Plh Karo SDM dan Sekjen KPK. Dia menyebut email yang berisi subjek ‘Rapat Tindak Lanjut TWK’ itu ternyata dimaksudkan hanya untuk 24 orang pegawai yang masih bisa dibina.
” Tidak lama kemudian, Plh Karo SDM menghubungi lewat telepon. Mengabarkan bahwa yang diundang rapat adalah orang-orang yang masuk dalam daftar pembinaan pasca-TWK. Masih ingat kan ada pemecahan hasil lagi jadi 51-24,” ujar Tata melalui akun Twitternya @tatakhoiriyah, Selasa (15/6/2021).
Tata menyebut dirinya dan sebagian dari 24 pegawai KPK menolak untuk menghadiri undangan. Menurutnya, itu bukan penolakan untuk dibina, melainkan penolakan terhadap sistem TWK KPK.
“Tapi menolak #TWKtidakTransparan ditambah adanya beberapa insiden sebagai bentuk penghakiman kebangsaan kepada seluruh pegawai KPK. Asesmen 3-4 jam bisa membatalkan kompetensi dengan mereduksi pemaknaan kebangsaan masing-masing pegawai KPK,” ujarnya.
Tak lama berselang, undangan kembali dikirim kepada 24 pegawai KPK yang masih bisa dibina. Yang menolak hadir pada undangan sebelumnya, akhirnya memenuhi undangan. Dan Tata adalah
salah satu yang memutuskan hadir pada undangan kedua tersebut.
Saat itu, kata Tata, Plh Karo SDM dan Sekjen KPK menginformasikan hasil rapat koordinasi antara KPK dengan KemenPAN-RB, hingga BKN terkait pembinaan 24 pegawai KPK. Ternyata, terdapat syarat membuat pernyataan sebelum dilakukan pembinaan.
“Pembinaan tersebut rencananya akan dilakukan mulai bulan Juli. Dengan syarat, 24 orang ini menyerahkan pernyataan untuk bersedia mengikuti pembinaan, mengikuti tes kembali, dan apabila tidak lulus bersedia untuk tidak diangkat menjadi ASN,” ungkapnya.
Merespons hal itu, Tata lantas menyampaikan keluh kesahnya tentang penyelenggaraan TWK dan respon pembinaan tersebut. Pertama, dia menyayangkan tidak transparannya proses TWK. Pasalnya, sejak sosialisasi para pegawai bertanya apakah ada mekanisme lolos tidak lolos, namun tidak ada jawaban dari pihak-pihak yang berwenang.
“Hingga munculnya SK 652, kami tidak dijelaskan oleh pimpinan kenapa 75 pegawai TMS diharuskan menyerahkan tugas & kewenangan kepadabatasan langsung? Bahkan sekarang pun ketika 24 dikumpulkan terkait pembinaan, tidak ada penjelasan jelas dipoin apakah kami dinyatakan tidak lolos,” ujarnya.
Menurut Tata, kegiatan pembinaan yang dilakukan kepada 24 orang dengan syarat mengumpulkan surat pernyataan kesediaan justru menempatkan posisi mereka sebagai outsider. Sudah seperti orang luar yang sedang mencari kerja. Ia menegaskan bahwa pegawai KPK yang ikut alih status ASN bukanlah pencari kerja. Tapi karena amanat UU.
“Surat kesediaan tersebut justru membuat kami terluka untuk kedua kalinya. Kalau dari awal proses informasinya jelas & transparan, tidak ada kejadian seperti hari ini. Nggak perlu masyarakat bertanya & menduga ada maksud tertentu kepada pimpinan & pihak yang terkait,” jelasnya.
Tata pun mengaku pihaknya memprotes pembinaan itu bukan karena tidak yakin lulus setelah dibina ulang. Menurutnya ketidaktransparan hasil asesmen sebelumnya dan tidak jelasnya pembinaan yang menjadi alasan dirinya dan 23 orang pegawai KPK meragukan pembinaan tersebut.
“Jadi saya hanya mau mempertimbangkan pembinaan tersebut kalau saya dibuka informasi bahan-bahan hasil assessment saya yang menyimpulkan bahwa saya Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Tata melanjutkan, pada Rabu (9/6) pukul 22.16 WIB, dirinya mendapat email dari Biro SDM. Email tersebut melampirkan surat yang menginformasikan ada SK Sekjen terkait pembinaan dan surat kesediaan ikut pembinaan dan kembali ikut tes.
Menurut Tata, ada yang aneh dari SK dan keharusan mengumpulkan surat kesediaan. Di SK Sekjen poinnya pelatihan dan pembinaan diperuntukkan kepada nama-nama pegawai yg tercantum. Tapi pertimbangan SK tersebut tidak berasal dari hasil TWK.
“Apakah surat kesediaan adalah bentuk jebakan baru? Seolah-olah Pimpinan memberi kesempatan dengan memberi pembinaan. Tapi ujung-ujungnya diharuskan tes lagi dan bersedia tidak diangkat jadi ASN,” imbuhnya.
Dia menegaskan, hal tersebut bertentangan dengan statement Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang menyatakan hasil asesment menjadi bahan untuk perbaikan lembaga. Sedangkan nyatanya, 24 pegawai KPK yang akan dibina diwajibkan tes ulang dan ada mekanisme gugur.
“Bukan saya tidak percaya diri dengan dites ulang. Tapi saya sulit percaya kepada sistem yang sampai sekarang tidak terbuka dan entah bagaimana pertanggungjawabannya. Lucunya lagi, pembinaan yang ditawarkan kepada 24 ini, konsepnya belum jelas. Apa saja materinya, berapa lama durasinya, bagaimana hak & kewajiban pegawai selama pembinaan, status pegawai, siapa penyelenggara pembinaan dan anggarannya, semua masih gelap,” pungkasnya.
Laporan: Sulistyawan