KedaiPena.com – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menanggapi pernyataan Ketua Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) Kepulauan Riau (Kepri), Herry Tousa pada salah satu acara dialog beberapa waktu lalu, terkait ekspor pasir laut.
“Jika menyimak materi dialog antara Herry Tousa dengan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Menoppo dan Wartawan Senior Titis Sudirna terkait pemanfaatan sedimentasi pasir laut, membuka perspektif kami terhadap PP 26/2023 ini,” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Rabu (7/6/2023).
Ia menyatakan jika dibandingkan antara konsep jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan konsep APPL, terlihat jelas oleh publik bahwa APPL memiliki konsep yang lebih matang dan detail.
“Konsep yang dipaparkan Herry Tousa sebagai Ketua APPL Kepri jelas sudah mengacu pada beberapa undang undang, mulai dari Undang Undang Kelautan, Undang Undang Minerba, Undang Undang Lingkungan Hidup, Undang Undang Tata Ruang dan Undang Undang Otonomi Daerah,” ungkapnya.
Lebih lanjut Yusri menyatakan, sikap APPL yang menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu terburu-buru mencabut moratorium ekspor pasir laut, sudah sangat benar.
Tapi sayangnya menurut Yusri, KKP tidak mengakomodir kepentingan semuanya itu.
“Silahkan baca isi Pasal 3 ayat b PP 26/2023, bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan adalah yang dikecualikan dalam pengelolaan hasil sedimentasi ini,” ungkapnya lagi.
Ia menyatakan produk PP 26/2023 telah mengabaikan banyak UU terkait, sehingga harus direvisi.
“Jika tidak, kami akan mengajak banyak elemen yang merasa dirugikan untuk menggugat produk PP 26/2023 tersebut ke Makamah Agung,” ungkap Yusri.
Yusri lantas mengungkapkan, sudah benar apa yang dikatakan Hery Tousa bahwa pembersihan sedimentasi itu harus di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Jika tidak, pasir itu akan dianggap limbah. Singapura akan menolak produk limbah sebagai bahan reklamasi.
Menurutnya, hal terpenting adalah harus jelas dulu bagaimana mulai dari tahap perencanan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan terhadap pengelolaan pembersihan sedimentasi itu dapat mengurangi dampak lingkungan dan memberikan manfaat bagi penerimaan negara dan daerah.
“Tentu hal ini menyangkut penggunaan teknologi pertambangan yang ramah lingkungan, menjual dengan sistem satu pintu di bawah kordinasi BUMN tambang ke JTC Singapore, termasuk melakukan evaluasi setiap enam bulan dan jika ada dampak negatif, maka harus segera distop di lokasi terdampak,” jelas Yusri mengutip pernyataan Herry.
Kemudian, menurut Yusri, adanya lokasi prioritas pembersihan pasir laut hasil sedimentasi di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) merupakan konsep yang paling benar.
“Sebab IUP OP (Operasi Produksi) diterbitkan pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) itu tentu sudah dilengkapi dokumen Amdal yang dipersyaratkan peraturan perundang undangan,” urainya.
Tak luput, Yusri juga menyatakan kekecewaan CERI atas kualitas penjelasan dari jajaran KKP sejauh ini.
“Kami tidak habis pikir juga ya, situasi sudah seperti saat ini, sudah menjadi polemik yang terus meruncing, tapi keterangan-keterangan yang dipaparkan jajaran KKP mulai dari Menteri hingga bawahannya, menurut penilaian kami hanya pernyataan normatif yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh publik saat ini. Yang dibutuhkan publik saat ini penjelasan yang masuk akal dan detail dari jajaran KKP terkait terbitnya PP 26/2023 itu, apakah sudah melalui harmonisasi antara kementerian terkait atau belum, bukan hal-hal normatif saja,” urainya lagi.
Sebab, kata Yusri, kebutuhan pasir laut untuk infrastruktur dan reklamasi selama ini jelas tidak membutuhkan PP 26/2023.
“Omong kosong itu, sebab kebutuhan itu sudah diokomidir semuanya oleh UU Minerba,” bebernya.
Ia menyatakan APPL membeberkan potensi pasir laut Kepri yang sangat besar, yang tidak termanfaatkan dan malah cenderung menguntungkan pihak asing yang melakukan penambangan secara ilegal.
Lebih lanjut dinyatakan, Ketua APPL Kepri Herry Tousa juga membeberkan potensi manfaat besar bagi negara dan masyarakat dari pemanfaatan pasir laut tersebut. Di antaranya potensi devisa negara sebesar Rp840 triliun serta manfaat berupa CSR untuk masyarakat senilai Rp32 triliun.
“Melihat kesiapan APPL, kami menyatakan memang APPL sudah jauh lebih siap dari pada pihak KKP. Bahkan kami juga melihat gagasan untuk desain penjualan komoditi ini melalui satu pintu untuk menjaga stabilitas harga, pun sudah dipikirkan dan digagas dengan matang oleh APPL. Dan jangan salahkan masyarakat jika menduga adanya kepentingan cukong, atas terbitnya PP 26/2023 tersebut,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa