Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pemerhati Ekonomi Energi.
Kemenkeu dan BI tidak menjaga kepercayaan internasional terhadap kebijakan fiskal dan moneter Indonesia, dengan mendesain kebijakan campur aduk antara Kememkeu dan BI terutama dalam pembiayaan APBN. BI terlihat kehilangan independensi. Terkesan BI dan Kemenkeu kongkalikong memperlemah rupiah, memanfaatkan lemahnya intelijen ekonomi dan intelijen keuangan pemerintahan baru. Pemerintah yang lemah menjadi santapan empuk kedua lembaga ini.
Adanya pelanggaran moneter yang sebelumnya dilakukan secara terang tarangan menuai kritik internasional seperti yang mereka lakukan dalam kebijakan burden sharing tahun 2020-2022. Ada dugaan kongkalikong dalam kebijakan quantitative easing atau penambahan pasokan uang dalam peredaran dalam jumlah sangat besar untuk memperkaya oligarki swasta.
Kebijakan quantitative easing yang dilakukan selama menghadapi darurat 2020-2022, masih ingin dilanjutkan sampai hari ini. BI ikut serta mengamankan APBN yang terperangkap utang. BI Memaksakan diri membagi beban fiskal dengan pemerintah. Ada dugaan kongkalikong BI dengan Kemenkeu ketagihan terus mengguyur uang untuk oligarki sejak covid 19 sampai hari ini.
Sekarang lebih dalam lagi pelanggaran tersebut yakni kebijakan BI untuk membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder. Ada dugaan kongkalikong pejabat BI dan Pejabat kementerian keuangan menjadi makelar utang untuk dapat cuan dari bunga tinggi.
Rencana BI menerbitkan Surat Berharga Republik Indonesia (SBRI) untuk membayar utang jatuh tempo sebesar Rp1.000 triliun. Ada kongkalikong BI dan Kementerian Keuangan melanjutkan program burden sharing meskipun UU darurat covid sudah tidak berlaku lagi karena berakhir 2022.
BI Mengabaikan tugas pokok mereka menjaga stabilitas moneter dikarenakan BI tersandera utang dalam jumlah besar kepada investor yang sulit mereka bayar. Angkanya sangat fantastis bersifat utang jangan pendek. Ada dugaan BI dan Kemenkeu sengaja membuat kekacauan keuangan untuk mengaburkan penggunaan dana darurat covid 19. Sementara keduanya harus bertanggung jawab terhadap dana talangan darurat covid 19.
Sekarang ada kesan perlombaan dengan pemerintah dalam menjual obligasi atau surat berharga. Pemerintah menargetkan penjualan SBN tahun ini 600 an triliun rupiah. BI menargetkan menjual 1000 triliun rupiah agar bisa bayar utang ke pasar. Ada dugaan kemenkeu dan BI kongkalikong melanjutkan skema utang bersama untuk pembiayaan APBN demi memperkaya oligarki pemakan dana talangan APBN.
Kesan perlombaan pemerintah dan BI dalam menaikkan suku bunga ini semakin membuat situasi keuangan Indonesia terutama moneter semakin kacau, asing semakin takut dengan kebijakan kebijakan model darurat semacam ini. Namun ini menguntungkan oligarki yang mendominasi simpanan dalam surat berharga kemenkeu dan BI. kong kalikong lagi.
Kebijakan bunga yang cenderung meningkat ini menimbulkan spekulasi bahwa ekonomi Indonesia ke depan akan tertekan, liquiditas di masyarakat akan mengering, krisis di depan mata. BI dan Menteri Keuangan kongkalikong menciptakan ancaman kepada pemerintah Prabowo agar jangan mengutak atik agen neolib dan oligarki di kedua lembaga itu. Kelemahan intelijen ekonomi dan keuangan Prabowo membuat kedua lembaga ini leluasa memainkan aksinya.
[***]