KedaiPena.Com – Anggota Komisi IV DPR RI, Zainut Tauhid Sa’adi menanggapi polemik antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia.
Zainut menuturkan seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Di samping dapat menimbulkan kegaduhan juga dapat dinilai sebagai bentuk kelemahan koordinasi antarkementerian dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.
“Sangat tidak elok mempertontonkan perbedaan pandangan kepada publik dalam masalah penegakan hukum. Apalagi subyek hukumnya adalah kapal asing (WNA). Hal tersebut juga bisa ditafsirkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam upaya penegakan hukum,” jelas dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Tidak hanya itu, Zainut juga menyoroti terkait dengan pembakaran dan atau penenggelaman kapal sebagai upaya penegakan hukum, sebenarnya sudah sesuai dengan UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan Pasal 69 ayat (4).
“Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup,” sebut dia.
Selain itu, lanjut Zainut, penenggelaman kapal juga diatur dalam Pasal 76A yang menyebut bahwa benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah
mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri.
“Memang pembakaran dan atau penenggelaman kapal bukan satu-satunya bentuk hukuman yang dapat diterapkan. Hakim pengadilan juga bisa menggunakan Pasal 76C (1) bahwa Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dapat dilelang untuk negara,” papar dia.
“Atau Pasal 76C ayat (5) yang menjelaskan bahwa benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan,” sambung dia.
Dengan kondisi demikian, menurut dia, ada dua hal yang berbeda antara upaya penegakan hukum dengan upaya peningkatan produksi. Jika untuk penegakan hukum sepanjang sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan harus tetap dilaksanakan sebagai bentuk penegakan hukum dalam menjaga kedaulatan.
“Sedangkan untuk peningkatan produksi seharusnya Pak Luhut dan Pak JK lebih mengkritisi kebijakan KKP yang justru banyak menghambat sektor produksi perikanan, yaitu berbagai peraturan menteri KP yang selama ini banyak menimbulkan kontroversi,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh