KedaiPena.Com – Aksi protes yang dikoordinasi secara global pada 8 Oktober 2018 oleh gerakan masyarakat dan organisasi masyarakat sipil akan meluncurkan konferensi menentang IMF-WB (Dana Moneter Internasional-Bank Dunia).
Konferensi ini akan diluncurkan bersamaan dengan Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di Bali, Indonesia. Konferensi ini juga mengecam tindakan keras pemerintahan Joko Widodo yang melarang berbagai acara publik di Bali.
Konferensi Rakyat Global Menentang IMF-WB yang independen dan dipimpin oleh inisiatif rakyat akan diselenggarakan di Auditorium Radio Republik Indonesia, Kota Denpasar, Bali dari tanggal 11-14 Oktober. Konferensi ini akan berhadapan dengan pertemuan IMF-WB yang memobilisasi peserta dari seluruh dunia.
Konferensi ini untuk menandai perlawanan masyarakat terhadap manuver bank serta lembaga keuangan lainnya terhadap agenda pembangunan yang digerakkan oleh perusahaan dan dikendalikan untuk keuntungan.
Pusat aksi internasional akan berlangsung di Kota Denpasar, Bali, bersamaan dengan beberapa aksi protes di Jakarta dan 18 provinsi lain di Indonesia, serta di beberapa negara, seperti Filipina, India, Pakistan, Hong Kong, dan Bangladesh.
“Tidak ada cara yang lebih baik untuk menyambut Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018, kecuali dengan menguak kedok bagaimana ia terus menerus menyabot ekonomi, sumber daya alam, dan hak-hak masyarakat dengan kebijakan dan proyeknya yang berorientasi keuntungan bagi perusahaan transnasional (TNCs) dan negara adidaya global†jelas Helda Khasmy, Ketua Seruni dan Juru Bicara Gerakan Rakyat Menentang IMF-WB dalam keterangan yang diterima redaksi, ditulis Minggu (7/10/2018).
Penelitian dari LSM think-tank internasional, IBON International, menunjukkan bagaimana dengan pendekatan memaksimalkan pembiayaan untuk pembangunan IMF-WB Group mengancam untuk memengaruhi bukan hanya kebijakan domestik. Melainkan juga pada proses pengambilan keputusan itu sendiri, dimana kedudukan dari kepentingan perusahaan dan investor kaya yang harus diutamakan dibanding suara dan kebutuhan masyarakat.
“Kami menegaskan bahwa Konferensi Rakyat Global tetap akan dilaksanakan meskipun ada tindakan keras pemerintah Indonesia yang melarang semua “acara publik” untuk dilakukan di Bali,” tegas dia.
Sementara itu Dewa Putu Adnyana, Direktur YLBHI-LBH Bali mengatakan, pengerahan pasukan militer dengan dalih mencegah tindakan kriminalitas dan operasi anti-teroris pada praktiknya menuai protes dan keprihatinan atas kemungkinan adanya pelanggaran hak asasi manusia dan sipil bagi anggota masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pertemuan tandingan IMF-WB.
“Kami tidak akan mundur. Karena sejatinya kegiatan yang mengkritisi rapat tahunan IMF-WB jangan dianggap sebagai suatu ancaman oleh pemerintah, tetapi sebagai media untuk proses pendidikan kepada masyarakat dan sudah dilindungi oleh undang-undang,” tegasnya.
“Hal ini tidak perlu disikapi berlebihan yang akhirnya berujung kepada kerugian kepada masyarakat itu sendiri. Penutupan jalan dan aturan nomor ganjil kendaraan dan larangan semua pertemuan publik telah membatasi mobilitas orang dan membatasi hak demokratis rakyat pada kebebasan berbicara, berekspresi, berkumpul,†kata Dewa Putu Adnyana.
Konferensi Rakyat Global Menentang IMF-WB yang diselenggarakan selama empat hari akan mengumpulkan hampir 50 organisasi rakyat di tingkat nasional dan internasional untuk membahas bagaimana lembaga keuangan internasional (International Financial Institutions/IFIs) seperti IMF-WB berfungsi sebagai alat untuk dominasi imperialis dan penyebab dari perampokan sumber daya yang berdampak terhadap masyarakat.
Pada 11 Oktober, akan ada sesi Ruang Terbuka atau ‘Open Space’ dan peserta dapat memilih untuk berpartisipasi di workshop-workshop yang diminati. Open Space yang bekerja sama dengan organisasi-organisasi rakyat dan masyarakat sipil akan membahas beragam topik dari hak-hak masyarakat, ekonomi politik global, ketidaksetaraan, lingkungan, hingga masalah dan kampanye pembangunan masyarakat.
Dari tanggal 12-14 Oktober, sesi pleno akan membedah dampak dari Lembaga Keuangan Internasional (IFIs) terhadap kebijakan pemerintah dan lembaga, dan ekonomi lokal negara-negara berkembang yang akan dipimpin oleh panel ahli dan lainnya sebagai narasumber. Selain itu, juga akan ada workshop dari sektor buruh, petani, perempuan, dan masyarakat adat yang mencakup kasus-kasus konkret pelanggaran hak-hak rakyat yang dilakukan oleh IFIs dan bagaimana rakyat melawannya.
“Melalui konferensi ini, kami sedang mempersenjatai diri kami dengan kenyataan-kenyataan konkret yang dialami rakyat tentang bagaimana kekuatan perusahaan yang memungkinkan IMF-WB dan upaya mereka menangkap pembangunan meningkatkan serangannya terhadap hak-hak ekonomi dan hak asasi manusia. Lebih penting sekarang bahwa solidaritas internasional diperkuat untuk memperoleh kembali pembangunan yang berorientasi pada rakyat,†kata Helda Khasmy.
Laporan: Muhammad Hafidh