Artikel ini ditulis oleh Eko Sulistyo, Komisaris PT PLN, Deputi Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden (2014-2019)
Di tengah kesibukannya mengurus negara, Presiden Jokowi tetap merawat dan berkomunikasi dengan kelompok relawan pendukungnya. Seperti terlihat pada Sabtu, 11 Juni 2022, mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu, bersilaturahmi dengan ribuan relawannya yang menamakan Tim 7 Relawan Jokowi di Ecopark Ancol, Jakarta.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menemui sekitar 5000 relawan Pro-Jokowi (Projo) dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di kawasan Borobudur, Jawa Tengah.
Menariknya, dalam dua pertemuan itu, ada pesan-pesan Presiden Jokowi kepada relawannya yang disampaikan dalam bahasa Jawa, seperti “Ojo Kesusu”, “Ojo Grusa-Grusu”, dan “Ojo Dumeh”.
Bahkan pesan “Ojo Kesusu” yang disampaikannya di Rakernas Projo, yang kebetulan dihadiri Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sempat viral dan menimbulkan multi-interprestasi politik. Meski kalimat “Ojo Kesusu” yang dimaksud, agar para relawannya tidak terbawa arus politik pencapresan dan menunggu komandonya.
Sama seperti pesannya kepada Tim 7 Relawan Jokowi tentang “Ojo Grusa-Grusu” dan “Ojo Dumeh”, agar para relawan selalu introspeksi, tidak mentang-mentang dan tidak berlebihan. Namun juga bukan pasif, relawan harus mendengarkan dan menyerap aspirasi atas dinamika politik di masyarakat.
Itulah kira-kira pesan politik Presiden Jokowi kepada relawannya dalam memasuki tahun politik 2024, agar tetap sabar atau “Ojo Kesusu”, taktis atau “Ojo Grusa-Grusu”, dan introspeksi atau “Ojo Dumeh”.
Komunikasi Politik
Sebagai seorang pemimpin, Presiden Jokowi akan merawat komunikasi politiknya dengan rakyat dan para pendukungnya. Sebagai kader partai, dia akan berkomunikasi dan taat pada arahan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Sukarnoputri. Untuk dukungan politik di pemerintahan, dia akan berkomunikasi dengan partai-partai politik pendukungnya.
Uniknya, Presiden Jokowi memiliki stamina politik yang luar biasa dalam berkomunikasi dengan rakyatnya di pelosok negeri. Turun dari mobilnya RI-1 di tengah kerumunan massa, sekedar untuk menyapa, bersalaman dan melayani berfoto, menjadi pemandangan dalam setiap kunjungan kerja ke daerah.
“Blusukan” malam hari di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang sempat viral, adalah contoh komunikasi politik Presiden Jokowi dengan rakyatnya, yang tidak surut meski pemerintahannya telah memasuki periode kedua, dan akan berakhir dua tahun lagi.
Dari sini kita seperti dijelaskan, bahwa kehadirannya di acara-acara relawan, juga untuk melakukan kontak langsung dengan para pendukungnya. Dalam perspektif komunikasi politik, kontak langsung seorang pemimpin dalam rapat-rapat umum, memberi pidato, arahan atau pesan politik, adalah bentuk-bentuk ekspresi politik modern, yang banyak dipraktekkan oleh para pemimpin pergerakan dalam menggerakkan “bangsa”.
Dalam konteks ini, kita melihat dua pendekatan Presiden Jokowi dalam melakukan komunikasi politik dengan rakyat dan merawat dukungan relawannya.
Pertama, blusukan sebagai media untuk bertemu, berdialog, dan menyerap aspirasi dari warganya. Kedua, kontak langsung secara regular dengan organ-organ relawannya untuk mendengarkan dan memberi pesan serta arahan terhadap dinamika nasional maupun global.
Biasanya Presiden Jokowi akan memberikan “update” situasi nasional maupun global yang berdampak pada kepentingan ekonomi-politik dalam negeri.
Dalam pidatonya di Rakernas Projo dan silaturahmi dengan Tim 7 Relawan Jokowi, Presiden Jokowi menjelaskan tantangan ke depan yang tidak makin mudah dan penuh ketidakpastian. Dulu ketidakpastiaan itu karena distrupsi teknologi oleh revolusi industri 4.0, tapi kini tambah dengan pandemi dan dampak perang Rusia-Ukraina.
Menjelang akhir pidatonya, Presiden Jokowi akan memberikan penekanan untuk mensikapi perubahan-perubahan itu dengan segala dampaknya. Sementara pemerintahan yang dipimpinnya akan membuatkan kebijakan untuk keluar dari permasalahan tersebut. Dalam konteks ini, sebagai pemimpin yang lahir dan besar dalam lingkungan budaya Jawa, terlontarlah pesan-pesannya dalam bahasa Jawa yang mudah dipahami.
Model pendekatan seperti itu, sebenarnya sudah dilakukannya sejak menjadi Walikota Solo dua periode (2005-2010; 2010-2012), yang terbukti efektif mengantarkannya menjadi Gubernur DKI Jakarta (2012-2014) dan Presiden RI dua periode sampai sekarang.
Tentu disini peran partainya yaitu PDI Perjuangan, dan partai-partai pendukungnya, juga cukup besar. Namun komunikasi politik inilah yang menjadikan kepemimpinannya efektif menjalankan pemerintahan.
Selama menjadi Presiden RI, komunikasi politik seperti ini akan terus dilakukannya. Karena energi dari rakyat yang ia temui, akan menjadikannya dinamo politik dan “charging battery” yang menggerakkan sekaligus mengisi ulang energi politiknya. Maka tidak heran, setiap ketemu rakyat di daerah atau kelompok-kelompok relawannya, selalu terpancar raut mukanya yang segar dan bersemangat.
Warisan Jokowi
Kini di tengah partai-partai politik mempersiapkan koalisi dan menimbang capres dan cawapresnya yang akan diusung pada pilpres 2024, Presiden Jokowi telah mewariskan model komunikasi politik dengan rakyatnya untuk meraih dukungan dan menjalankan pemerintahannya. Sebuah bentuk komunikasi politik yang menekankan pentingnya kontak langsung dengan rakyat yang memilihnya. Para capres dan cawapres 2024, dapat belajar dari strategi komunikasi politik warisan Jokowi.
Sementara untuk menumbuhkan kesukarelawanan dalam kontestasi politik seperti pilpres atau pilkada, peran relawan perlu diletakkan sebagai pilihan strategi, bukan untuk menegasikan peran partai politik.
Seperti pilpres 2024, syarat pencalonan capres dan cawapres harus memenuhi “presidential threshold” yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik. Maka sejak pendaftaran, pencalonan, kampanye, pencoblosan dan penghitungan suara, peran partai politik dan strukturnya adalah sangat besar.
Secara umum, peran kelompok-kelompok relawan dalam kontestasi politik adalah menutup kekurangan yang belum dimaksimalkan oleh partai politik dalam meraup suara. Sosialisasi pasangan calon dan visi-misinya, akan lebih mudah dan strategis dilakukan kelompok relawan di daerah-daerah basis politik lawan.
Kampanye lewat sosial media maupun darat, lebih maksimal hasilnya jika terjalin kerjasama antara partai politik dan kelompok relawan dalam menentukan “microtargeting” untuk memenangkan pasangan calon. Dengan demikian, peran kelompok relawan dalam kontestasi politik, adalah melakukan kerja-kerja politik untuk menambah dukungan dan suara untuk memenangkan pasangan calon.
Namun bagi Presiden Jokowi, peran relawan tidak berhenti saat kontestasi politik selesai. Baginya, keberadaan kelompok relawan juga menjadi salah satu pilar politik yang turut menopangnya dalam menjalankan pemerintahan.
(###)