KedaiPena.Com – Pengamat Energi, Salamuddin Daeng menilai, kondisi keuangan PLN saat sudah mengkhawatirkan lantaran rencana untuk memberikan kompensasi atas padamnya listrik serentak dengan pemotongan gaji karyawan.
“Apakah PLN sudah tidak punya uang lagi, sehingga harus memotong gaji karyawan. Apakah cukup gaji karyawan untuk ganti rugi yang konon angkanya bisa mencapai triliunan rupiah,” ujar Daeng sapaanya saat dihubungi oleh KedaiPena.Com, Rabu (7/9/2019).
Daeng juga mempertanyakan apakah boleh jika berdasarkan Undang -undang berlaku ada pemotongan gaji buruh dan karyawan sebagai sanksi atas kejadian force majeur seperti pemadaman listrik serentak.
“Pernyataan direksi PLN ini harus dipahami dengan baik. Cara memahaminya adalah dengan melihat kondisi keuangan PLN. Salah satunya adalah utang PLN yang menggunung, super jumbo, dibandingkan BUMN lainnya,” tutur Daeng.
Daeng melanjutkan utang PLN tersebut terbentuk akibat berbagai program pemerinta di bidang ketenagalistrikan seperti program fast track 10 ribu megawat, program listrik 32 ribu megawatt.
“Serta berbagai regulasi yang memakan biaya besar seperti aturan Harga batubara Acuan (HBA), harga gas selangit, kewajiban membeli listrik swasta termasuk kelebihan produksi mereka (take or pay). Maka jadilah PLN sebagai ajang bancakan gila gilaan oligarki Indonesia,” jelas Daeng.
Belum lagi, kata Daeng, menumpuknya liabilitas (kewajiban) dan utang PLN dan semakin membesar dari waktu ke waktu. Dalam laporan keuangan tahun 2018 jumlah liabilitas jangka panjang Rp. 407,177 triliun.
“Jumlah liabilitas jangka pendek mencapai Rp. 157,895 triliun. Jumlah liabilitas secara keseluruhan Rp565.073 triliun meningkat sebesar 20.38 % dibandingkan tahun sebelumnya atau mencapai Rp99,532 triliun lebih, ” beber Daeng.
Diketahui, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membayarkan ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya akibat mati listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) lalu.
PLN sendiri akan membayar uang ganti rugi kepada pelanggan dengan memangkas gaji karyawan. Pasalnya, dengan besaran nilai ganti rugi tersebut, keuangan PLN berpotensi negatif.
Laporan: Muhammad Hafidh