KedaiPena.Com – Komitmen perlindungan hutan dan gambut Presiden Joko Widodo kini tengah diuji dengan kembali maraknya kebakaran hutan dari Sabang hingga Merauke.
Titik api bermunculan di lahan gambut milik konsesi perusahaan, bahkan sepertiga dari titik api pada bulan Juli ini terjadi di wilayah moratorium yang seharusnya dilindungi.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Annisa Rachmawati menjelaskan, berdasarkan analisis dengan memakai data dan metodologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas titik api dengan tingkat kepercayaan 80 persen, telah terjadi peningkatan dua kali lipat dari 148 menjadi 283 titik api.
KLHK sendiri, kata dia, bahkan mengkonfirmasi adanya kebakaran yang terencana dan terstruktur di wilayah moratorium di Mandau, Riau untuk perluasan kebun sawit.
“Ini merupakan bukti bahwa moratorium dan pelaksanaannya masih lemah. Masih banyak yang harus dilakukan Pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari bencana serta melindungi hutan dan gambut yang tersisa di Indonesia,” ujar Annisa dalam siaran pers yang diterima KedaiPena.Com, Senin (31/7).
“Termasuk pertanyaan bagaimana upaya penegakan hukum setelah temuan ini dan juga temuan-temuan sebelumnya,†sambung dia.
Sementara itu, lanjut Annisa, kondisi udara makin memburuk terjadi di Riau dan Aceh Barat dan dilaporkan telah membuat masyarakat menderita dan dievakuasi, bahkan sudah ada korban jiwa.
“Jika hal ini terus berlangsung dan penegakan hukum tetap lemah, maka bukan tidak mungkin krisis asap pada tahun 2015 akan berulang,” ungkap Annisa.
“Ini adalah lonceng peringatan bahwa janji perlindungan hutan dan gambut tidak boleh hanya di atas kertas, namun yang terpenting adalah pelaksanaannya. Upaya mendorong bisnis daripada perlindungan hutan dari pemerintah adalah pilihan sangat buruk,†imbuh Annisa.
Tidak hanya itu, jelas Annisa, analisis Greenpeace pun mengungkap bahwa sepanjang krisis tersebut setengah dari titik api berada di wilayah gambut, dimana praktek pengeringan gambut oleh industri telah menciptakan kondisi mudah terbakar.
Pemerintah Indonesia sendiri juga melaporkan bahwa pada tahun 2015 lalu, lebih dari 2 juta hektar hutan dan lahan telah terbakar.
“Mulai 1 Agustus hingga 26 Oktober 2015, sekitar 40 persen dari titik api teridentifikasi di wilayah konsesi perusahaan HPH, bubur kertas dan sawit, meski sampai saat ini belum ada peta resmi yang dikeluarkan Pemerintah untuk keseluruhan perkebunan tersebut,” ungkap dia.
Perintah Presiden sejak 2014, tegas dia, untuk segera melakukan pembendungan kanal-kanal dan pembasahan di gambut-gambut kritis di wilayah konsesi perusahaan untuk mencegah kebakaran hutan jelas tidak dipatuhi oleh perusahaan.
“Hal ini dibuktikan oleh masih banyaknya titik-titik api terpantau di wilayah tanggung jawab mereka. Semua pihak harus bekerja sama, dan pemerintah harus tegas turun tangan meminta pertanggungjawaban dan menegakkan hukum bagi mereka yang tidak patuh,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh