KedaiPena.Com – Direktur Indonesia Popular Survey Silvanus Alvin mengatakan bahwa demokrasi Indonesia saat ini sedang berjalan ke titik yang kritis.
Hal tersebut disampaikan oleh Alvin sapaanya saat menanggapi OTT yang menimpa Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait dugaan penerimaan suap beberapa waktu lalu.
“Dampak dari kena OTT-nya Wahyu tidak hanya mencoreng kredibilitas lembaga, tapi menunjukkan iklim demokrasi di Indonesia menuju kritis,” ujar Alvin kepada KedaiPena.Com, Jumat, (10/1/2020).
Alvin juga menjelaskan bahwa OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan juga sangat memprihatinkan lantaran KPU sebagai lembaga independen sudah terjangkit korupsi maupun suap.
“Tentu hal ini melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap badan-badan lembaga pemerintah,” sambung Akademi Universitas Bunda Mulia ini.
Alvin menambahkan dengan di OTTnya Wahyu Setiawan maka jangan-jangan demokrasi yang kita jalani selama ini hanyalah ilusi semata.
“Dibohongi kita oleh segelintir oknum-oknum yang memiliki jabatan,” tegas Alvin.
Alvin megungkapkan jika mengacu laporan The Economist Intelligence Unit mencatat indeks demokrasi Indonesia terbaik pada 2015 di awal masa pemerintahan Jokowi dengan poin 7,03.
“Tapi angka indeks kita terus turun hingga pada 2018 lalu angka indeks demokrasi di Indonesia tercatat di poin 6,39 dengan kategori flawed demokrasi atau penerapan demokrasi dengan beberapa kekurangan,” pungkas Alvin.
Untuk diketahui, Komisioner KPU Wahyu Setiawan diduga menerima uang sebesar Rp400 juta dari kader PDIP Harun Masiku dan Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Saeful.
Uang suap tersebut diberikan demi memuluskan niatnya menggeser Riezky Aprilia dari kursi DPR RI dari Dapil Sumsel I lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Wahyu Setiawan sendiri menjadi tersangka penerima suap sejak Kamis malam, 9 Januari 2020, bersama Agustiani Tio, kader PDIP.
Wahyu Setiawan diduga menerima duit Rp 400 juta dari Harun Masiku dan Saeful untuk memuluskan niatnya menggeser Riezky Aprilia dari kursi DPR RI dari Dapil Sumsel I lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Laporan: Muhammad Hafidh