KedaiPena.Com- Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menyatakan koperasi layaknya tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Komisi VI DPR Fraksi Partai Golkar Sarmuji usai menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum ldi ruang Komisi VI Gedung Nusantara beberapa waktu lalu.
“Koperasi layaknya diawasi oleh lembaga yang bukan OJK, bisa dibentuk satu badan atau komite tertentu,” kata Sarmuji.
RDPU Komisi VI dengan FORKOPI dipimpin langsung oleh Sarmuji, usai membuka rapat Sarmuji mempersilahkan FORKOPI menyampaikan aspirasi dan pendapatnya terkait penolakan pasal-pasal dalam RUU PPSK yang dinilai dapat mencederai jatidiri koperasi yaitu ketentuan pasal pengawasan koperasi oleh OJK.
Saat Suharto Amjad (Ketua Presidium FORKOPI) dalam kesmepatan tersebut menyampaikan aspirasi keberatan atas pasal-pasal dalam RUU PPSK yang mengatur koperasi dibawah pengawasan OJK.
“Kami FORKOPI berterima kasih kepada komisi VI atas RDPU hari ini, kami pegiat koperasi keberatan atas pasal-pasal diantaranya 191, 192, dan 298-305 dalam RUU PPSK. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang kegiatan koperasi dan pemidanaan. Dimana pengawasan dan pembinaan dilakukan OJK.”. Jelas Saat Suharto Amjad, dihadapan Komisi VI DPR RI.
“Koperasi merupakan kumpulan orang, bukan kumpulan uang, RUU PPSK akan berdampak besar pada koperasi jika diterapkan”. Tegas Saat Suharto
Sularso, (FORKOPI-BMI (Koperasi Benteng Mikro Indonesia) kemudian meneruskan pemaparan dengan menyampaikan poin-poin aspirasi FORKOPI.
“Koperasi tidak anti pengawasan, tapi pengawasan efektif koperasi bukan oleh OJK. Memang ada koperasi palsu atau lembaga keuangan berbaju koperasi, yang belakangan dijadikan argumen RUU PPSK. Koperasi kumpulan orang, jatidirinya adalah dari, oleh dan untuk anggota ini koperasi asli.
“Jadi pengawasan koperasi oleh OJK tidak tepat, mengapa? Karena jenis kelamin yang berbeda. Koperasi jangan disamakan dengan Perbankan, asuransi atau Fintech yang semata-mata orientasi profit. Sementara koperasi berorientasi profit dan benefit. Nah inilah bedanya koperasi dengan non koperasi” Jelas Sualrso.
Sularso mencontohkan bagaimana mitigasi-mitagasi resiko banyak dilakukan koperasi yang sejatinya tidak bisa dilakukan oleh lembaga keuangan seperti perbankan seperti memberikan kompensasi pelunasan korban bencana dan memberikan modal baru ke anggota. Menurutnya mitigasi-mitigasi tersebut tidak mungkin bisa dilakukan jika pengawasan koperasi oleh OJK.
Sualrso menambahkan di koperasi ada RUU Perkoperasian, idealnya mari kita sempurnakan RUU Perkoperasian. “Ada RUU Perkoperasian mari kita sempurnakan, jangan koperasi diseret-seret di RUU PPSK. RUU PPSK silahkan dijalankan terkait lembaga keuangan”. Ungkap Sualrso.
Kemudian Budi Santoso (FORKOPI-PBMI) menyampaikan bahwa jika RUU PPSK disahkan akan mengancam koperasi dan menghilangkan koperasi secara sistemik “Jika RUU PPSK disahkan akan menghilangkan koperasi secara sistemik, koperasi akan dihilangkan dan dimusnahkan. RUU PPSK gagal total memahami jatidiri koperasi”. Ungkap Budi Santoso ke Komisi VI DPR RI.
Menanggapi masukan dari FORKOPI, Anggota DPR RI dari F-PDIP Dr. Evita Nursanty mengatakan idealnya koperasi diperkuat bukan sepeprti sekarang dialihkan. “Saya selalu menyatakan koperasi agar diperkuat, penguatan koperasi terus dilakukan. Tapi sekarang justru bukan diperkuat tapi dialihkan. Roh Koperasi berbeda dengan korporasi. Apa yang dilakukan Kemenkop tidak tepat.” Jelas Evita Nursanty
Anggota DPR lainnya juga menyampaikan senada, akan menyampaikan aspirasi ke komisi XI DPR RI juga kepada Kementerian Koperasi UKM.
Sementara itu, M Sarmuji (Wakil Ketua Komisi VI dan Fraksi-Golkar) menyatakan akan menyampaikan aspirasi ini baik ke Komisis XI mapaun ke Komenterian Koperasi UKM.
Ditemui usai mempin RDPU M Sarmuji menjelaskan bahwa RUU PPSK harusnya untuk lembaga keuangan non koperasi atau lembaga keuangan yang berbaju koperasi atau koperasi palsu istilahnya.
“Jadi rapat ini adalah, Forkopi berkeberatan mengenai RUU P2SK ini, yang sekarang dibahas oleh DPR di komisi XI, intinya koperasi jangan ditempatkan sebagai lembaga keuangan biasa yang urusannya cuman uang,” kata Sarmuji ketika ditemui wartawan usai melakukan RDPU.
Sarmuji pada kesempatan tersebut mengatakan ada sejumlah koperasi yang bermasalah pada hakekatnya bukan lagi koperasi hanya berbentuk koperasi.
“kalau yang dimasukan RUU PPSK adalah koperasi tentu akan ditolak, karena jelas sangat berbeda prinsip antara koperasi dan lembaga keuangan lainnya. Kalau yang dimasukkan dalam RUU PPSK harusnya lembaga keuangan yang non koperasi, mungkin istilahnya koperasi palsu, hakekatnya bukan koperasi tapi berbaju koperasi.” Jelas Sarmuji.
Menurut Sarmuji mengenai usulan dalam Undang-undang koperasi untuk dibentuk suatu komite atau badan khusus untuk melakukan terhadap koperasi tetapi tidak harus melalui OJK, semangat itulah yang tetap dipertahankan.
“Tadi ada usulan yang produktif mengenai pengawasan koperasi, Forkopi ini menolak keras OJK, jadi semangat itulah tetap dipertahankan,” ujar Sarmuji.
“Sebenarnya koperasi itu ada UU sendiri, yang kemaren sempat ditolak oleh MK. Kita juga sudah membahas RUU Koperasi tapi hari ini tidak masuk dalam list prolegnas 2022. Nah ini menjadi tolak ukur yang berarti untuk suapay kita mempercepat membahas RUU koperasi dan urgensi untuk merevisi UU koperasi supaya menjadi relevan dengan adanya tarik menarik UU RUU PPSK”. Pungkas Sarmuji.
RDPU dengan FORKOPI sendiri kemudian dituutp dengan penyerahan naskah akademik FORKOPI ke Komisi VI DPR RI yang diserahkan langsung oleh FORKOPI ke Komisi VI DPR RI dan diakhiri dengan foto bersama.
Laporan: Tim Kedai Pena