KedaiPena.Com – Teluk Tapian Nauli yang berwilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, Sumatera Utara, menjadi habitat sejumlah hewan langka dan dilindungi. Di antaranya keberadaan Penyu dan Lumba-lumba.
Sayangnya, kasus demi kasus kematian hewan-hewan itu beruntun terjadi. Dalam sebulan terakhir Komunitas Menjaga Pantai Barat (Komantab) mencatat terjadi 3 kasus, dimana seluruhnya, menyebabkan kematian hewan.
Kasus pertama, seekor Penyu Lekang berbobot sekitar 60 an kilogram yang mati terdampar di perairan Pelabuhan Swasta di Kecamatan Sambas, Kota Sibolga yang akhirnya di evakuasi Komantab, Senin (10/5/2021).
Kasus kedua, seekor Lumba-lumba diprediksi berjenis Lumba-lumba pemintal yang terdampar dalam kondisi mati di perairan Batu Gajah, Kelurahan Hajoran Indah, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah.
Mamalia itu akhirnya di evakuasi dan ditenggelamkan, Sabtu (15/5/2021) tak lama setelah peristiwa terdamparnya Penyu Lekang di Kota Sibolga.
Kasus ketiga, seekor Lumba-lumba berjenis yang sama, dan juga terdampar di perairan Batu Gajah. Informasi tersebut diperoleh dari pengelola objek wisata itu, bermarga Hulu. Menurutnya, peristiwa itu terjadi dua pekan yang lalu sebelum kematian kedua.
Kasus beruntun tersebut menambah catatan buruk kematian hewan dilindungi di kawasan Teluk Tapian Nauli. Dalam tiga tahun berturut sejak 2019 menurut catatan Komantab, kasus demi kasus terus terjadi, didominasi kematian Penyu.
Ketua Komantab Damai Mendrofa mengatakan, kasus kasus tersebut menjadi bukti masih kurangnya upaya perlindungan terhadap hewan dilindungi di Teluk Tapian Nauli.
“Penyebabnya bisa apa saja, terpancing, terjerat jaring, plastik, tabrakan dengan kapal dan lain sebagainya. Muaranya tentu perlu peningkatan penyadartahuan, bahwa hewan-hewan tersebut seharusnya dijaga, dilindungi dan bukan diganggu apalagi ditangkap lalu dibunuh, ini sangat disayangkan,” kata Damai dalam keterangan pers di Sibolga, Senin (17/5/2021).
Dikatakan, upaya perlindungan tentu menuntut keterlibatan multi pihak. Mulai dari pemerintah, organisasi, nelayan, komunitas, balai konservasi dan seluruh elemen masyarakat.
“Tidak saja nelayan tentunya, karena siapa saja bisa secara tidak sengaja bertemu hewan tersebut, dan jika tidak dibekali pengetahuan bagaimana menghadapinya, tentu bisa berdampak buruk,” ucap Damai.
Menurutnya, sejumlah upaya dapat dilakukan, mulai dari sosialisasi yang massif dengan beragam cara, pelatihan, pendekatan persuasif dan dialogis, hingga memperbanyak kawasan-kawasan konservasi.
“Banyak cara dapat dilakukan, upaya pencegahan tentu yang paling dibutuhkan saat ini, jangan nanti saat semakin banyak kasus dan sudah pada tingkat kerusakan parah, baru kita mulai sadar dan baru bergerak,” pungkas Damai.
Dikatakan, upaya pencegahan oleh instansi terkait mungkin sudah dilakukan. Namun, masih belum cukup maksimal dan belum melibatkan banyak pihak.
“Ya, buktinya kasus demi kasus terjadi, ini indikasi apa? Mari kita sama sama menjawab, dan jika tidak kita mulai lebih maksimal, ya kasus akan terus terjadi, lantas kita hanya seibarat pemadam kebakaran, sudah terjadi baru bertindak, ini yang tidak kita inginkan,” tukasnya.
Komunitas Menjaga Pantai Barat (Komantab), lanjut dia, tentu akan siap bergandengan tangan dan bersinergi untuk terlibat mendorong upaya pencegahan dan penyelamatan.
“Di kita (Komantab), setiap even, isu Penyu sering kita sisipkan sebagai salah satu materi diskusi, nah terkhusus Lumba-lumba karena ini baru kejadian pertama sepengetahuan kita, ke depan isunya juga akan kita intens-kan, dan tentu sebagai komunitas, yang bisa kita lakukan hanya sebatas kemampuan komunitas, jika ingin lebih, dukung kami dengan cara yang kalian bisa,” tutup Damai.
Laporan: Sulistyawan