KedaiPena.Com – Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (Komando) mengecam tindakan represif ‘tebas kepala’ yang dilakukan oleh oknum preman terhadap mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Muhammad Iksan (23).
Kecaman itu disampaikan Febriditya Ramdhan Dwi Rahyanto, Presidium Komando Tangerang Selatan dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, ditulis Sabtu (4/1/2020).
Sebelumnya, mahasiswa Fakultas Kehutanan UHO itu harus menjalani perawatan di Puskesmas Kemaraya, Kota Kendari. Kepala korban mengalami luka parah hingga 24 jahitan.
Pria asal Kelurahan Wawonggole, Kabupaten Konawe ini ditebas kepalanya saat usai melakukan aksi demonstrasi di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sultra menyoal kasus perusahaan tambang di Konut.
“Kami memgecam tindakan itu. Apalagi Iksan sedang melaksanakan pengabdian terhadap masyarakat dalam melakukan demonstrasi pertambangan yang berada di lingkungan masyarakat,” kata Adit, sapaannya.
Menyampaikan pendapat di muka umum bukan saja menjadi hak dan kewenangan rakyat Indonesia, namun hal tersebut juga sudah menjadi kekuatan hukum yang tertulis dalam konstitusi kita yaitu UUD 1945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Dalam pasal itu disebutkan yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Artinya segala tuntutan dan protes yang dikemas dalam sebuah kegiatan demonstrasi bukanlah hal yang melanggar hukum. Melainkan menjadi hal yang dilindungi oleh negara.
“Di luar dari hal tersebut, mahasiswa yang merupakan ‘agent of change‘, ‘agent of social control‘ juga memiliki hak yang sama. Bahkan suka tidak suka, dalam mengimplementasikan pasal 28E UUD 1945 yang telah tersebut di atas, mahasiswa di beri tanggung jawab penuh atas nama tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat yang termaktub dalam UU No 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi,” papar mahasiswa Unpam ini.
Sederhananya, lanjut Adit, dapat disimpulkan bahwa apa yang digaungkan oleh mahasiswa dalam hal menyampaikan pendapat, berasal keluhan masyarakat. Jadi tidak boleh disikapi secara represif, karena jika hal tersebut dilakukan maka sudah mencederai konstitusi.
Komando, lanjut Adit, berprinsip bahwa solidaritas adalah panglima. Yang artinya luka satu mahasiswa ataupun luka satu masyarakat menjadi luka seluruh mahasiswa Indonesia.
“Karena kami tahu betul setiap gerakan mahasiswa mempunyai prinsip yang jelas dan tuntutan yang jelas. Setiap daerah dan wilayah mempunyai permasalahan serta tuntutan yang berbeda,” ujar dia.
“Namun kita tetap dalam satu ‘frame‘ sama yaitu menjawab ketidakpastian hukum akibat tidak diletakkannya Pancasila sebagai pijakan hukum serta tidak dikuatkannya pembukaan UUD 1945. Hal ini terbukti dengan lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak jelas serta bergeser tujuan pendirian bangsa,” Adit menjelaskan.
“Permasalahan ‘tebas kepala’ mahasiswa harus ditindaklanjuti. Polisi harus ungkap, atas ‘pesanan’ siapa oknum preman tersebut melakukan intimidasi terhadap mahasiswa UHO tersebut,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi