KedaiPena.Com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta kembali mengajukan gugatan terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara. Gugatan ini dilakukan untuk membatalkan surat keputusan Hak Guna Bangunan Pulau D hasil reklamasi Teluk Jakarta.
Gugatan didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan nomor register 106/G/2018/PTUN-JKT.
“Gugatan kembali diajukan setelah sebelumnya Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara merevisi secara diam-diam dan sewenang-wenang surat keputusan yang sudah dikeluarkannya tersebut karena salah nomor tahun dari Nomor 1697/HGB/BPN-09.05/2016 menjadi Nomor 1697/HGB/BPN-09.05/2017 namun tanggalnya tetap sama, yakni 23 Agustus 2017 beserta beberapa perubahan di dalamnya,” kata perwakilan Nelson Nikodemus Simamora dalam keterangan kepada KedaiPena.Com ditulis Sabtu (28/4/2018).
Aktivia LBH Jakarta menambahkan, selama persidangan sebelumnya, Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara tidak pernah menghadiri pemeriksaan persiapan. Padahal kepala kantor menerima panggilan dari pengadilan dan baru datang pada agenda sidang utama.
“Padahal seharusnya datang dan mengklarifikasi bahwa surat keputusan sudah diubah secara sepihak karena ada kesalahan-kesalahan. Akibatnya Koalisi dirugikan waktu dan tenaga atas hal ini,” tambah dia.
Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara Nomor 1697/HGB/BPN-09.05/2017 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan atas nama PT. Kapuk Naga Indah, berkedudukan di Kota Administrasi Jakarta Utara atas Tanah Seluas 3.120.000 M2 di Atas Tanah Hak Pengelolaan Nomor 45/Kamal Muara, Terletak di Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan yang dikeluarkan pada tanggal 23 Agustus 2017.
Surat ini memberikan hak guna bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan milik Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dalam gugatan ini 10 (sepuluh) nelayan berkedudukan sebagai Penggugat dan Pengurus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) duduk sebagai Penggugat kesebelas.
“Surat ini digugat oleh Koalisi karena 15 (lima belas) alasan, pertama tidak mempertimbangkan fungsi sosial hak atas tanah. Kedua, tidak mencantumkan dasar perundang-undangan secara lengkap. Ketiga, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena diterbitkan tanpa Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota tentang Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” jelas dia.
Keempat, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang karena diterbitkan tanpa adanya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kelima bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
“Keenam bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf (f) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tentang pelibatan masyarakat. Ketujuh bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya asas legalitas,” lanjut dia lagi.
Kedelapan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara tidak berwenang menerbitkan objek sengketa. Kesembilan melanggar Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kesepuluh, melanggar asas kecermatan dan asas legalitas karena hanya mendasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.
Kesebelas, melanggar ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Keduabelas, melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Ketigabelas, tidak mencantumkan dokumen lingkungan yang diwajibkan oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir.
Keempatbelas, terbit tanpa tanpa didasarkan dokumen lingkungan yang sah dan berkekuatan hukum. Kelimabelas, bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
“Dalam gugatan ini Koalisi juga mengajukan permohonan penundaan surat keputusan. Koalisi berharap Pengadilan dapat membatalkan surat keputusan digugat ini karena cacat hukum,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh