KedaiPena.Com- Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Kurnia Ramadhana menilai pemeriksaan kepada Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap oleh Dewan Pengawas KPK janggal.
Hal tersebut disampaikan oleh Kurnia saat menanggapi pemeriksaan Yudi terkait pernyataan ketidakjelasan status kepegawaian penyidik KPK, Kompol Rossa Purbo Bekti.
“Kami menuntut agar Dewan Pengawas menghentikan proses pemeriksaan Ketua Wadah Pegawai KPK,” kata Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, ditulis, Selasa (17/3/2020).
Permintaan ini, merupakan tindaklanjut atas dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan salah satu pegawai KPK terhadap Yudi, lantaran pernyataannya ke publik terkait pengembalian Rossa ke Korps Bhayangkara.
Tak hanya itu, Yudi juga dituduh melanggar etik lantaran menyebarkan informasi ke publik bahwa Rossa tidak diberi gaji pada Februari 2020 akibat diberhentikan per 31 Januari 2020.
Menurut Kurnia, pernyataan yang disampaikan Yudi terkait polemik pengembalian Rossa harus dipandang pengejawantahan nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang melekat di KPK.
Saharusnya, kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini, Dewan Pengawas dapat memahami bahwa KPK merupakan institusi yang menunjung tinggi nilai demokrasi.
“Sehingga tidak tepat jika pihak-pihak yang menyuarakan persoalan yang ada di internal KPK, justru malah dijatuhkan sanksi,” tegas Kurnia.
Di samping itu, Kurnia menilai, pernyataan yang disampaikan Yudi merupakan suatu fakta adanya potensi dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Cs atas pengembalian sepihak Rossa ke institusi Polri.
Hal itu diyakininya lantaran terdapat dua surat penolakan dari Korps Bhayangkara atas pengembalian Rossa.
Adapun kedua surat tersebut diteken oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, tertanggal 21 Januari 2020 dan 29 Januari 2020. Kedua surat itu, menegaskan sikap Polri terhadap Rossa untuk tetap dipekerjakan di KPK hingga massa baktinya berakhir pada September 2020.
Menurutnya, sikap Yudi selaku Ketua WP KPK telah sejalan dengan Kode Etik Pegawai KPK pada huruf D bagian Profesionalisme angka 2. Dalam ketentuan itu menyebutkan, bahwa setiap pegawai harus menolak keputusan, kebijakan, atau instruksi atasan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
“Untuk itu, tidak semestinya langkah itu dipandang sebagai pembangkangan terhadap institusi KPK. Dewan Pengawas harus menyelidiki temuan yang disampaikan oleh Ketua Wadah Pegawai KPK dengan memanggil dan meminta keterangan Pimpinan KPK,” tutup Kurnia.
Sebagai informasi, pengembalian Rossa ke institusi Polri sempat menjadi polemik. Rossa merupakan salah satu penyidik yang tergabung dalam tim satgas kasus dugaan suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawa dan eks caleg PDIP Harun Masiku.
Firli Cs mengembalikan Rossa ke Polri atas surat bernomor B/253/KP.07.00/01-54/01/2020. Pengembalian ini merespons surat penarikan Rossa dari Polri tertanggal 13 Januari 2020.
Namun Polri justru membatalkan penarikan itu dengan surat yang diteken oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, tertanggal 21 Januari 2020. Akan tetapi, Firli Cs bersikeras tetap akan mengembalikan Rossa ke Korps Bhayangkara.
Atas dasar itu, Polri kembali melayangkan surat tertanggal 29 Januari. Dalam surat itu, Korps Bhayangkara menegaskan tidak akan mengembalikan Rossa hingga massa baktinya berakhir di KPK pada September 2020.
Laporan: Muhammad Hafidh