KedaiPena.Com – Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) WALHI 2017 melayangkan desakan perwujudan wilayah kelola rakyat di pulau kecil dan wilayah ekologi genting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Daerah ini memiliki ancaman bencana ekologis dari berbagai aspek, setidaknya terlihat pada ancaman ekologis diantaranya Ekspansi Industri pariwisata di Sumba dan Flores, industri ekstraktif Pertambangan mangan di Timor Barat, migas di TTS, emas di TTU, Sumba, dan Manggarai Barat.
Selanjutnya, perkebunan besar monokoltur seperti Tebu dan Teh di sumba, serta Privatisasi air di Timor, Flores, serta Sumba dan reklamasi sepanjang pesisir di Kota Kupang dan sepanjang pantai utara Kota Maumere.
“Daya dukung dan daya tampung di wilayah NTT sangat kritis berdampak ancaman bencana ekologis. Maka dari itu pemerintah harus mengambil langkah-langkah terobosan yang konkrit untuk keselamatan manusia dan keberlangsungan alam di wilayah kepulauan NTT,†kata Direktur Eksekutif WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu dalam Seminar Nasional Wujudkan Wilayah Kelola Rakyat di Pulau Kecil di Nusa Timur, di Aula Ben Mboi, Kupang, NTT, Jumat (21/4).
Wulang menyebutkan, beberapa langkah dan terobosan konkrit yang dapat dilakukan pemerintah diantaranya dengan tidak lagi membuka ruang izin baru pertambangan dan dan perkebunan monokultur (tebu). Selain itu, juga dapat dilakukan dengan melakukan moratorium semua izin pertambangan dan perkebunan monokultur di wilayahprovinsi NTT.
Kedua, lanjut Wulang, pemerintah harus mewujudkan kemandirian kedaulatan pangan rakyat dan melakukan pemulihan dan penyelamatan daya dukung dan daya tampung ekologis disetiap pulau di wilayah provinsi NTT.
“Ketiga pemerintah harus melakukan terobosan solusi prioritas mewujudkan Wilayah Kelola Rakyat di wilayah kepulaun NTT dalam mencegah krisis bencana ekologi pangan dan sumberdaya air,†katanya.
Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan WALHI, Khalisah Khalid mengatakan, berdasarkan catatan advokasi WALHI, banyak dan maraknya penguasaan wilayah pesisir oleh korporasi dipastikan telah dan akan menggangu sumberdaya komunal masyarakat pesisir.
Konflik, kata Khalisah akan bermunculan karena tidak adanya jaminan keselamatan, kesejahteraan dan produktivitas apabila sebuah investasi berkembang di wilayahpesisir.
“Pemerintah harus menegakkan konstitusi dan melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman bencana ekologis, penghancuran sumber-sumber kehidupan rakyat dan lain-lain serta secara khusus harus mengimplementasikan pasal 28H UUD 45 tentang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,†pungkasnya.
Sementara itu, DirekturEksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati mengatakan, serangkaian acara KNLH WALHI dimaksudkan untuk memperkuat dan memperluas gerakan penyelamatan lingkungan hidup, khususnya pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
“Mendorong negara melalui kebijakannya mengakui dan melindungi wilayah kelola rakyat dari berbagai ancaman ekspansi industri ekstraktif yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan dampak perubahan iklim,†katanya.
Laporan: Dom