KedaiPena.Com – Greenpeace memberikan respon soal penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen) LHK 39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Perhutani.
Team Leader Forest Greenpeace, Arie Rompas mengatakan, untuk melihat kebijakan baik atau buruknya penerapan permen tersebut, perlu dilihat secara komprehensif.
“Kebijakan di sektor kehutanan harus bertujuan melindungi keberlanjutan lingkungan dan keadilan distribusi penguasaan lahan untuk kesejahteraan masyarakat yang mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan,” ujar dia kepada KedaiPena.Com, Rabu (18/10).
Artinya, PermenLHK 39/2017 harus bisa memiliki tujuan tersebut. Sehingga, dalam implementasinya tidak mengabaikan keseimbangan kelestarian hutan dan hak-hak tenurial masyarakat.
“Hutan Jawa yang sudah kritis bahkan hampir punah telah mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis yang berimplikasi terhadap bencana ekologis di tengah populasi warga yang terus meningkat membutuhkan tantangan untuk menyeimbangkanya,” tandas dia.
Untuk diketahui, jika merujuk data yang didapat oleh KedaiPena.Com dari Direktorat Jendral DAS dan Hutan Lindung KLHK, statistik soal keadaan krisis kehutanan di Jawa yang di publish tahun 2015 cukup besar.
Data soal krisis kerusakan hutan di Pulau Jawa ini merupakan data faktual dari kondisi lahan krisis dan sangat krisis di 2011 dan 2013.
Seperti pada tahun 2013 total lahan kritis dan sangat kritis di Jawa barat memiliki total 342,966 hektar. Selain itu, untuk wilayah Jawa Tengah, lahan kritis dan sangat kritis memiliki total 110,483 hektar.
Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta lahan kritis dan sangat kritis 26, 117 hektar. Sementara itu, Jawa Timur menjadi daerah dengan lahan kritis dan sangat kritis terbesar di Pulau Jawa dengan total terbesar mencapai 1,221,991 Hektar.
Tentunya ini harus juga menjadi perhatian dari KLHK atas penerapan kebijakan PermenLHK 39/2017 untuk lebih berhati-hati dalam menjalan kebijakan ini.
Laporan: Muhammad Hafidh