KedaiPena.Com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK) diminta belajar dari sejarah gugatan terhadap pengembang yang dilakukan pada 2003 silam terkait reklamasi Teluk Jakarta.
Kala itu, kata pengamat lingkungan perkotaan Ubadillah, KLHK berperan aktif dalam menolak megaproyek pembangunan pulau buatan di pesisir ibukota. Ini tercermin dari terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 14/2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta.
“Dengan kata lain, izin kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang diterbitkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak menjawab semua persoalan lingkungan alias tidak layak amdal,” ujarnya kepada KedaiPena.Com, Senin (16/5).
Apalagi, megaproyek tersebut berada di wilayah strategis nasional dan menyangkut tiga Provinsi, yakni DKI, Jawa Barat dan Banten. Karenanya, KLH berkeyakinan reklamasi Teluk Jakarta menjadi wewenang pusat.
Kepmen LH No. 14/2003 kemudian digugat swasta yang didukung Pemprov DKI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor perkara 75/G.TUN/ 2003/PTUN-JKT. Dalam putusan persidangan, baik di tingkat pertama maupun kedua, dimenangkan pengembang.
Tak patah arang, KLH bersama sejumlah organisasi non-pemerintahan yang menjadi tergugat intervensi mengajukan banding dan Mahkamah Agung (MA) memenangkan KLH.
“Dalam putusannya MA menilai bahwa reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta tidak layak atau ilegal,” beber eks direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI ini.
Tapi, ada 2011 silam, upaya hukum permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan pengembang akhirnya mengubah keberpihakan MA dengan mengabulkan permohonan melalui putusan PK No. 12 PK/TUN/2011.
Kini, sejumlah organisasi non-pemerintahan dan nelayan pesisir yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta sedang bersidang, menyusul digugatnya empat izin pelaksanaan reklamasi yang dikeluarkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selang 2014-2015.
“Melihat sejarah perjalanan proyek reklamasi sebelumnya dan perkembangannya, hendaknya pemerintah pusat, KLHK, turut melakukan intervensi hukum dengan memposisikan sebagai penggugat intervensi terhadap gugatan yang dilakukan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta,” sarannya.
Alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengusulkan demikian, guna mempertegas keberpihakan KLHK terhadap lingkungan dan masyarakat terdampak megaproyek tersebut.
“Selain karena faktor sejarah kesamaan visi Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang pernah menjadi tergugat intervensi sebagai bentuk dukungan kepada KLH pada 2003 digugat pengembang reklamasi,” tandasnya.
(Fat/Prw)