KEMENTERIAN dan lembaga negara yang punya otoritas pengelolaan sampah dan lingkungan hidup harus membuat kebijakan dan aksi strategis dan progresif dalam pengendalian sampah plastik. Pada saat ini lebih fokus pada sampah kantong plastik.
Belakangan ini mulai ramai munculnya fenomena gerakan kendalikan sampah plastik dan khususnya kantong plastik. Fenome itu di tataran Pemerintah baru sekadar himbauan dan kampanye terbatas.
Ada juga Pemkot/Pemkab yang mengeluarkan larangan penggunaan kantong plastik konvensional pada beberapa ritel. Baru merupakan gerakan parsial, itu pun bersifat lokal terbatas.
Pada tingkat pusat pun bangkit fenomena dan semangat kendalikan samplah kantong plastik, juga dibarengi perubahan penggunaan kantong plastik konvesional menuju ramah lingkungan atau mudah terurai sscara alami.
Namun kita melupakan basis gerakan itu. Padahal kita telah punya pijakan, yakni SNI 7188.7.2016. SNI 7188.7:2016 dengan judul Kriteria ekolebel – Bagian 7: Kategori produk tas belanja plastik dan bioplastik mudah terurai, merupakan revisi dari SNI 7188.7:2011.
Dalam SNI 7188.7:2016 telah lulus 3 jenis plastik: 1. Oxodegradable; 2. Biodagradable; dan 3. Bioplastik.
Ketiganya jenis plastik yang mudah terurai secara alami. Plastik oxodegradable dan biodegradable terurai secara alami butuh waktu sampai 2 tahun. Jika plastik konvensional seperti yang digunakan sekarang perlu 100-1.000 tahun hingga dapat terdegradasi dengan sempurna.
Waktu 2 tahun tersebut berarti menyediakan peluang bagi sektor daur ulang dan pemulung untuk lakukan usahanya. Siklus usaha dan pengembangan tak terganggu.
Kedua produk oxodegradable dan biodegrable harganya murah, terjangkau konsumen hingga kalangan bawah, seperti pasar-pasar tradisional dan pedagang kaki lima.
Ketiga, produsen kedua jenis plastik itu dengan teknologi dalam negeri. Sehingga lebih menghargai inovasi dan kreasi anak negeri dan teknologi domestik, populer dengan teknologi tepat guna.
Berbeda dengan bioplastik, memang sangat mudah terurai ketika larut dalam air. Seperti brand-brand yang mengklaim produknya adalah bioplastik, ada yang menggunakan teknologi Amerika Serikat, ada yang pakai teknologi Kanada. Mereka merupakan konglomerat bioplastik di Indonesia.
Harga bioplastik memang lebih mahal, sekitar 5-10 kali lipat harga kantong plastik konvensional. Harga ini seringkali jadi kendala dan perlu suatu pertimbangan cukup bijaksana. Karena upaya kita adalah merubah perilaku dan budaya mengurangi penggunaan plastik dan mengganti kantong plastik konvensional menuju ramah lingkungan.
Oleh karena itu Pemerintah Pusat, terutama KLHK harus secepatnya menerapkan SNI 7188.7:2016 bagi semua produsen guna membuktikan, bahwa policy pengendalian sampah plastik, kantong plastik bukan sekadar wacana dan fenomena, tetapi bentuk kerja konkrit, terencana, bertahap dan berkesinambungan guna mendukung sustainable development.
Oleh Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Dewan Penasehat Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I)