Artikel ini ditulis oleh Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Peserta Aksi GRAO menghentikan PSN di PIK-2, Pemerhati Multimedia, Telematika, AI & OCB Independen.
Virus “Fufufafa” -dalam pengertian akronim- memang sangat-sangat parah (Catatan: kata “sangat-sangat” ini tidak salah menurut EYD / Ejaan Yang Disempurnakan, berbeda dengan istilah yang sempat viral, meski sebenarnya dungu, “para-para” yang berarti “dobel jamak” sebagaimana pernah diucapkan oleh si Fufufafa Asli beberapa waktu lalu), karena kata “Fufufafa” ini akhirnya sudah sangat banyak menular sampai ke para (oknum) Pejabat Negara dalam menanggapi kasus PIK-2 (Pantai Indah Kapuk 2) akhir-akhir ini.
“Fufufafa” yang dimaksud disini memang bukan menunjuk ke sosok aslinya -yang sudah bisa dipastikan secara ilmiah 99,9 persen adalah si SamSul alias si “Anak Haram Konsitusi” sebagaimana sering disebut di berbagai media itu- namun berarti akronim atau singkatan yang berupa gabungan huruf awal kata atau suku kata, atau gabungan dan suku kata dari deret kata yang disingkat dari “FUra-FUra tidak tahu aFA-aFA” (padahal sewajarnya atau bahkan seharusnya sangat mengetahui tentang hal tersebut).
Mulai dari berubahnya status pembangunan PIK-2 yang awalnya jelas-jelas diinisiasi dan dibangun oleh pihak swasta, dalam hal ini PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk, sebuah perusahaan properti yang merupakan usaha patungan antara Agung Sedayu Group (ASG) dan Salim Group (SG) mulai tahun 2016. Sebagaimana diketahui, ASG dimiliki oleh Sugianto Kusuma (Aguan) dan SG dimiliki oleh Anthony Salim, meski selanjutnya tampak PT ASG yang lebih agresif dibanding PT SG.
Tahap pertama PIK-2 ini hanya mencakup area seluas 1.064,82 hektar di Kecamatan Kosambi dan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten. Dalam perkembangannya -secara mengejutkan- proyek ini mengalami perluasan yang sangat signifikan. Menurut laporan terbaru, PIK-2 saat ini mencakup area seluas 6.600 hektar dan bahkan dalam rencana pengembangan lebih lanjut (hingga PIK-11) akan mencakup total luas lahan mencapai 35.000 hektar, dimana uniknya seluas 1.756 hektar didalamnya telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Penetapan PSN-didalam-PIK ini bisa dikatakan yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum didalamnya untuk bergaya “Fufufafa” (= FUra FUra tidak tahu aFA aFA) diatas untuk mulai melakukan teror kepada masyarakat.
Meski hanya seluas 1.756 Hektar yang ditetapkan sebagai PSN, namun dengan menggunakan klaim “(seolah-olah semua) PIK-2 adalah PSN”, oknum dari PT ASG ini bisa dikatakan melakukan penipuan publik berkedok PSN tersebut. Apalagi tampak kental bahwa rezim pemerintahan saat itu terlihat sangat memfasilitasi Oligarki 9 Naga. Dengan memanfaatkan kedok PSN, pengembangan PIK-2 dilakukan dengan cara melanggar hukum. Mereka dengan mudah bisa memperluas wilayah pengembangan di luar ketentuan batas PSN dan merampas lahan warga dengan cara-cara tidak manusiawi.
Bisa disebut PT ASG bertindak layaknya gerombolan preman yang bengis, bahkan melibatkan Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang yang juga Kepala Desa Belimbing, Maskota, aparatur Pemda seperti Camat, Lurah dan preman bayaran. Mereka melancarkan tipu daya, licik, arogan, bahkan mengintimidasi, memaksa, warga melepas lahannya dengan harga sangat murah, yakni hanya seharga Rp30.000-50.000 per meter secara sepihak kepada PT ASG (padahal selanjutnya harga lahan disana dijualnya kembali senilai Rp30 juta-50 juta per meternya, alias 1000x-nya).
Ironisnya warga asli yang tergusur, sebagaimana pengakuan langsung dari mereka yang ditemui saat “Deklarasi Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) untuk Kedaulatan Rakyat” yang diikuti langsung oleh penulis -bukan sekedar hanya menulis opini saja, namun berani terjun langsung ditengah rakyat- di desa Kohod, kecamatan Pakuhaji, Tangerang Banten pada hari Rabu (8/01/2025) lalu, benar-benar membuktikan tindakan (kejam) PT ASG tersebut. Mereka bahkan tega membayar preman untuk dibenturkan kepada rakyat dalam aksi tersebut, untung ada Jawara Banten dan Jawara Betawi yang mengamankan aksi damai tersebut.
Sikap “Fufufafa” dari oknum-oknum pejabat yang belagak tidak mengetahui bagaimana duduk perkara PSN dan PIK-2 ini makin menambah runyam suasana disana, bahkan kabarnya lahan yang “dirampas” mereka -yang mengatasnamakan PSN- kabarnya sudah mencapai hampir seratus ribu hektar, sungguh terwelu (= Terlalu). Hal ini juga tampak pada “Pagar Misterius” di laut yang panjangnya mencapai mencapai 30,16 Km yang sebenarnya sudah dibangun semenjak bulan Juni 2024 lalu, sekali lagi ini jaman Rezim JkW juga pembangunannya, bukan dibangun sekejab dengan cara “Bandung Bondowoso” oleh alien, sebagaimana kelakar netizen yang bernada satire.
Dalam kasus “Pagar Laut Misterius” ini lagi-lagi ada oknum yang disebut-sebut ketularan sikap “Fufufafa”, yakni Memet (Warga desa Lemo, Kec Teluknaga, Kab Tangerang) atas perintah Gojali alias EngCun yang kabarnya kini bersembunyi di Subang dan Ali Hanafiah Liejaya (AHL). Nama terakhir ini adalah orang kepercayaan Aguan yang juga ikut “menghilang”, padahal sebelumnya AHL sangat sering nampak mewakili PT ASG di berbagai acara, termasuk menjadi Lawyernya Aguan bersama Muanas Alaidid (politisi PSI) yang juga menjadi Lawyer PT ASG. Kalau melihat mereka, wajar jika Netizen mengatakan bahwa ini semua adalah bagian dari “Ternak” alias “Sekolam” mereka saja.
Kesimpulannya, Gerakan seperti yang dilakukan oleh GRAO untuk membela rakyat dengan menghentikan PSN di PIK-2 (dan PSN-PSN tak jelas lainnya sepertu di BSD, Rempang, Surabaya dsb) ini sejalan dengan statemen Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi PIK-2 dan bahkan sudah diinstruksikan untuk menyetop sekaligus membongkar Pagar Laut Misterius itu. Tidak boleh ada negara dalam negara, sebagaimana sering dikatakan oleh berbagai aktivis serta tokoh-tokoh yang masih berani bicara untuk kebenaran di tengah-tengah oknum pejabat dan aparat bergaya “Fufufafa” saat ini. Tidak boleh ada lagi mereka yang berlagak “Fufufafa” karena Fufufafa aslinya pun tinggal tunggu waktu saja untuk menerima akibatnya, InshaaAllah Gusti Allah SWT mboten sare.
Jakarta 12 Januari 2025
[***]