BAGI perempuan jelita itu, mimpinya saat tidur malam kala itu, begitu aneh tapi terasa nyata. Mimpinya itu punya kesan berbeda dibanding mimpi-mimpinya yang lalu-lalu.
Pada mimpinya yang terakhir itu memunculkan getar-getar perasaan tertentu yang sulit diungkapkannya, yang ia sendiri tak tahu entah apa gerangan makna mimpinya itu.
Entah, apakah mimpi yang dialaminya itu pernah dialami oleh orang lainnya. Dan apakah cerita seperti yang muncul dalam mimpinya itu sempat tercatat dalam kitab-kitab kuno tentang tafsir-tafsir mimpi dari negeri-negeri seberang.
Dalam mimpinya itu, ia menyaksikan bulan purnama penuh nan Indah, yang tiba-tiba saja meluncur jatuh ke dalam kamarnya. Ajaibnya, bulan purnama itu lalu tergolek begitu saja di atas dadanya, yang membuat kamarnya menjadi amat terang-benderang oleh cahaya.
Lalu kepada suaminya yang bernama ‘Kinanah bin Rabi’, perempuan itu menceritakan tentang mimpinya. Namun usai mendengar cerita tentang mimpi itu, ternyata suaminya malah marah besar.
Dan menampar keras wajah istrinya, yang entah berapa kali tamparan itu dilayangkan, yang membekas dalam wujud “stempel” tangan pada wajahnya.
“Tak ada takwil lain dari mimpimu itu, kecuali bahwa kamu menghendaki raja dari Yastrib itu,” hardik Kinanah dengan wajah murka berlapis cemburu.
Perempuan berstempel tangan suami yang melekat di pipinya itu adalah Sofia, si jelita nan brilian bermata indah. Di kemudian hari, ia dikenal sebagai Ummu Mukminim Saffiyah binti Huyayiy bin Akhtab ra. Sofia adalah seorang putri Yahudi Bani Nadhar yang dinikahi Rasulullah.
Ia putri tercinta Huyaiiy bin Akhtab, pemimpin Yahudi Bani Nadhir, yang dikenal amat memusuhi kaum Muslimin.
Huyayiy membangun Aliansi Ahzab (koalisi pelbagai kabilah) memerangi kaum muslim. Itu berujung Perang Ahzab (Perang Khandaq) dan perang Khaibar. Ayah dan suami Sofia tewas dalam perang itu. Sofia pun jadi salah satu tawanan perempuan pasukan muslim.
Singkat cerita, lalu Sofia dibebaskan, dan dengan penuh keiklasan menerima pinangan Rasulullah. Usai pernikahan keduanya dilangsungkan, di perjalanan ke Madinah usai Perang Khaibar, di daerah Tabbar Rasulullah ingin Sofia menjalani “lailatul zafaf” (malam pertama) bersamanya.
Tapi Sofia menolak. Entah, apakah kemungkinannya pada waktu itu Rasulullah menerima dengan lapang dada penolakan atas haknya menunaikan malam pertama, atau justru kecewa.
Namun, sebuah rahasia akhirnya terungkap di hari lain setelah peristiwa penolakan “lailatul zafaf” itu. Ternyata, penolakan Sofia untuk menjalani malam pertama bersama Rasulullah itu ternyata masuk akal, bisa diterima, sekaligus mengharukan.
Ceritanya begini. Di suatu malam ketika menempuh perjalanan kembali setelah peristiwa penolakan itu, pada sebuah rumah di perbatasan Al Shahba’, ternyata akhirnya “lailatul zafaf” itu tertunaikan dan dilalui dengan begitu indahnya, demikian cetar membahana, oleh pasangan suami istri-baru, Rasulullah dan Sofia.
Saat itu tak ada lagi penolakan dari Sofia seperti sebelumnya. Saat itu, dalam suasana nan syahdu, Rasulullah bertanya tentang bekas memar di wajah Sofia. Lalu Sofia pun mengisahkan kepada Rasulullah perihal mimpinya tentang bulan purnama yang masuk ke dalam kamarnya dan tergolek menempel di atas dadanya, saat ia masih bersuamikan Kinanah bin Rabi’.
Karena mimpinya itulah, Kinanah menjadi murka lalu menampar wajahnya. Selain itu, Sofia pun menjelaskan alasannya menolak hasrat Rasulullah untuk menunaikan malam pertama dengannya di Tabbar meskipun saat itu sebenarnya ia telah resmi dinikahi Rasulullah.
“Aku mengkhawatirkan dirimu ya Rasulullah. Sebab tempat itu sangat dekat dengan perkampungan Yahudi,” jelas putri Yahudi itu yang malam itu benar-benar Ia tenggelam dalam lautan cinta bersama suaminya, Rasullullah tercinta.
“Masihkah ada dan bergemuruh lautan cinta anda bersama pasangan pada saat ini, wahai para keluarga muda?”.
Oleh Nanang Djamaludin, Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN), Konsultan Parenting dan Keayahbundaan