Artikel ini ditulis oleh Dr. KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, AI dan Multimedia Independen.
Bak petir di siang hari bolong, dirasakan oleh KPU pada Rabu (3/4/2024), karena berdasarkan keputusan dari sidang KIP (Komisi Informasi Pusat), sebagaimana yang diinformasikan secara langsung oleh pihak YAKIN (Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia), Ted Hilbert, bahwa KIP telah mencabut SK KPU No 349/2024 (yang sebelum-sebelumnya ditulis No 345/2024) tersebut sehingga tidak mendapat “Hak Pengecualian” lagi atas UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Putusan Sidang KIP ini tentunya akan semakin mewarnai “Perang Bintang” yang sedang terjadi di MK (Mahkamah Konstitusi). Bilamana sebelumnya para ahli IT dari Pihak 01 dan 03, masing-masing Yudi Prayudi, Dr Leony Lidya dan Ir Hairul Anas sudah dengan sangat baik memaparkan kebobrokan Sistem IT KPU, termasuk dengan SIREKAP kemarin, dilawan oleh mereka-mereka yang diajukan sebagai “Ahli IT” oleh Pihak 02, yakni Prof Marsudi Kisworo, Yudistira Dwi Wardana dan Andre Putra Hermawan selaku Saksi dari ASN KPU.
Saya menyebut para Ahli dan Saksi dari Pihak 02 dengan tanda kutip, karena dalam persidangan terbuka di MK hari ini, mereka sendiri bahkan meragukan bahwa KPU PD (=Percaya Diri) dengan Program SIREKAP, bahkan salah satu diantaranya secara jelas-jelas malah mengatakan bahwa Program SIREKAP ini boleh-boleh saja dihentikan dan dihapus atau dihilangkan setelah Perhitungan Manual berjenjang selesai dilakukan(?). Sebuah pernyataan yang absurd dan sangat tidak berdasar, mengingat SIREKAP sudah memboroskan anggaran negara yang berasal dari uang rakyat miliaran dan terbukti malahan membuat keonaran.
Memang ironis yang disampaikan para “ahli” dari Pihak 02 hari ini, karena mereka berani tampil dan mempertaruhkan keilmuannya demi membela sebuah sistem yang jelas-jelas telah membuat keonaran dan kegaduhan di masyarakat bernama SIREKAP tersebut, bahkan sang Profesor diantaranya dengan entengnya mengatakan hal tersebut hanyalah “kesalahan Teknis” semata tanpa melihat detail bahwa kesalahan tersebut sangat tidak mungkin secara logic dilakukan oleh mesin tanpa “arahan” (baca: pemrograman) dari manusia. Dia menyebut OCR dan OMR memang sering salah, aneh bin ajaib.
Profesor tersebut bahkan menemukan fakta bahwa Program SIREKAP dapat didownload dengan mudah melalui APK-mirror, tempat dimana banyak Program Bajakan yang populer digunakan oleh para pengguna HP di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Temuan ini jika benar, maka harusnya diperiksa oleh MK bahkan oleh Kepolisian atau pihak yang berwajib, karena berarti bahwa program yang digunakan tidak semuanya resmi berasal dari apps resmi yang disediakan oleh KPU, melainkan di tempat-tempat yang tidak jelas dan sangat diragukan kredibilitasnya.
Hal ini sangat berbanding 180° dengan temuan ahli yang dihadirkan oleh Tim 03 sehari sebelumnya, Ir. Hairul Anas, CEO Robot Biru yang melakukan monitoring dengan durasi 15 menit sekali di SIREKAP begitu mengetahui ada anomali. Dia bahkan telah menemukan 443 ribu perubahan dari data TPS yang ada, jauh berbeda dari Pengakuan Ketua KPU sdr HA pada akhir Februari silam (sejumlah 154.541 TPS, yang itupun sudah sebesar 18 persen lebih dari total 823.226 TPS di seluruh Indonesia), sungguh merupakan angka yang sangat tidak akurat bagi sebuah sistem Pemilu.
Ahli dari Tim 01, Yudi Prayudi dua hari sebelumnya (Senin, 1/4/24) bahkan juga sudah menyampaikan temuan fakta bahwa SIREKAP memiliki selisih angka puluhan juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memiliki algoritma yang diprogram untuk “mengunci” perolehan angka suara Paslon tertentu semenjak awal perhitungan suara dan sampai hasil akhir perhitungan manual berjenjang tidak pernah berubah dari prosentase 24%-58%-17%. Inilah yang bahkan disebut oleh Kuasa Hukum 01 sebagai “SIREKAP sebagai Alat Bantu Kecurangan Pemilu”.
Sebenarnya ada pengakuan menarik dari Yudistira DW di MK, bahwa diakuinya data pertama SIREKAP berasal dari Sorong pukul 11.04 WIB berasal dari TPS 01 Marik Mau, Malobotom, Sorong Papua Barat dan telah dinaikan pukul 18.30 WIB di Website KPU. Ini sekaligus mengkonfirmasi temuan saya sebelumnya bahwa SIREKAP sudah menampilkan angka pada pukul 19.36 WIB dengan prosentase sebagaimana temuan selama ini dan tidak pernah berubah hingga akhir. Dia juga mengakui bahwa data-data SIREKAP memang bisa diubah-ubah di level tertentu meski -katanya- tetap ada LogActivity Monitoringnya sebagai pengaman bilamana diperlukan catatan perubahan tersebut.
Namun hal paling krusial, yang tidak pernah bisa (dan mau) dijawab oleh KPU atau bahkan para “Ahli” dari 02 tersebut adalah keberadaan Server Cloud SIREKAP yang terdapat di Alibaba.com Singapore, tepatnya di Aliyun Computing Co Ltd yang jelas-jelas merupakan pelanggaran dari UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) No 27/2022 dan sekaligus UU ITE (Informasi Transaksi Elektronik) No 01/2024 yang merupakan Revisi dari UU No 11/2008 dan UU No 19/2016. KPU dan Tim 02 tampak diam seribu bahasa dengan terbongkarnya fakta yang sangat memalukan di Sidang KIP beberapa waktu lalu, yang sebelumnya sudah saya ungkap sejak awal Pemilu 2024 silam.
Jadi hasil Persidangan KIP terakhir, yang menolak SK KPU No 349/2024 yang sebelumnya mau berusaha “mengecualikan” (baca: menyembunyikan atau merahasiakan) File Babon / Mentah / Sumber data Perhitungan Manual berjenjang yangg disimpan dalan CSV (Common Separated Value) tersebut telah gagal total. KPU harus menyerahkan kepada publik atau auditor independen, File CSV tersebut. Ini menjadi menarik karena sebelumnya di MK juga terbongkar fakta bahwa KPU mengaku sebelumnya sudah diaudit oleh BRIN dan diasistensi teknisnya oleh BSSN, namun tidak ada laporan resminya hingga sekarang.
Kesimpulannya, kalau File CSV -sesuai Amanah Sidang KIP- dan Hasil Audit BRIN atau asiatensi BSSN ini benar-benar ada dibuka dan diungkap ke publik, maka bisa jadi akan ambyar hasilnya, karena bisa jadi akan terbuka bobrok data selama ini, yang berusaha ditutup-tutupi. Apalagi kalau ternyata soal “Audit BRIN dan Asistensi dari BSSN” tersebut hanya “omon omon” saja alias tidak ada kenyataannya maka kebohongan publik lagi -sebagaimana soal Server Cloud di Alibaba.com itu- bisa terbongkar. Saya tetap mendesak Audit Forensik dan Audit Investigatif IT KPU (tidak hanya SIREKAP) secara independen tetap harus dilakukan, agar hasil Pemilu tidak buyar dan tidak dianggap sesuatu yang ambyar.
[***]