KedaiPena.com – Saat menghadirkan kembali potret politik Indonesia di tahun 2024, Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando EMaS menyatakan pada tahun ini terjadi beberapa perubahan yang sangat signifikan dan begitu berarti dalam di Indonesia. Pada pemilu serentak (pilpres dan pileg) yang diselenggarakan bulan Februari 2024, ada tatanan dalam berdemokrasi sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya.
Hal itu disebabkan Joko Widodo (Jokowi) yang sedang menjabat sebagai Presiden tidak memposisikan dirinya sebagai pengayom semua kepentingan politik. Apalagi saat itu Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak sulung Jokowi ikut menjadi salah satu kontestan menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
“Jokowi dalam berbegai kesempatan ketika berkunjung ke daerah berlaku seperti Sinterklas yang membagi-bagi sembako kepada masyarakat. Atau bisa dikatakan Jokowi sudah mengambil alih tugas Kementerian Sosial yang seharusnya membagi-bagi bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan data yang dimiliki,” kata Fernando, Jumat (27/12/2024).
Dan yang paling menyolok adalah, persyaratan dan pencalonan calon presiden serta wakil presiden berubah sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober tahun 2023, namun pilpres tahun 2024 menghasilkan wakil presiden buah dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Pilpres 2024 juga menghasilkan koalisi gemuk dalam mendukung pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo. Dari 8 partai politik yang memiliki kursi di parlemen, Prabowo berhasil mengajak 7 partai politik mendukung pemerintahannya.
“Akibat dari koalisi gemuk pemerintahan Prabowo menjadikan jumlah kursi kabinet juga ikutan gemuk. Kabinet Parabowo terdiri dari 48 menteri dan lima pejabat setingkat menteri, ditambah dengan 56 wakil menteri. Jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kabinet Orde Baru dan Orde Reformasi tetapi hampir sama jumlahnya dengan kabinet Orde Lama yang pada saat itu baru merdeka,” paparnya.
Akibat dari koalisi gemuk yang tergabung dalam pemerintahan Prabowo membuat hanya PDI Perjuangan yang berada diluar pemerintahan.
“Kondisi ini menyebabkan, kontrol yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di DPR RI sangat lemah karena hanya memiliki 110 kursi dari total 580 kursi atau setara 18,97 persen. Sehingga sangat wajar kalau banyak pihak mengkuatirkan pemerintahan Prabowo berpotensi menjadi pemerintahan yang otoriter karena lemahnya kontrol terhadap pemerintahannya,” kata Fernando lebih lanjut.
Bukti yang sudah terlihat, yang baru saja terjadi, pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto di Museum Nasional yang dianggap sudah menunjukkan anti terhadap kritik seperti pada masa pemerintahan Orde Baru.
Pada tahun 2024 ini juga perdana dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak di 545 daerah Indonesia. Dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. Namun persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sempat membuat situasi diberbagai daerah sempat memanas, karena ada upaya DPR RI untuk tidak menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 sebelumnya memutuskan menolak gugatan terkait batas minimal calon kepala daerah dan tetap memberlakukan syarat calon gubernur atau wakil gubernur minimal 30 tahun pada saat pencalonan sedangkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di kabupaten atau kota minimal 25 tahun pada saat mendaftar.
“Pada era kepemimpinan Jokowi, banyak anggapan bahwa pembagian pemerintahan dalam konsep trias politika tidak berjalan dengan baik,” ujar Fernando.
Hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena beberapa elit politik dan elit partai politik yang berurusan dengan hukum baik itu di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung ada dugaan tidak berlanjut proses hukumnya karena tunduk pada kehendak penguasa.
“Memanfaatkan lembaga penegak hukum menjadi salah satu perusak tatanan pemerintahan dan sistem politik ketika masa pemerintahan Jokowi,” ujarnya lagi.
Dengan bercermin pada perjalanan pemerintahan sebelumnya, banyak pihak yang berharap pemerintahan Prabowo tidak akan meniru apa yang dilakukan oleh Jokowi ketika memimpin Indonesia. Yaitu memanfaatkan lembaga penegak hukum untuk memuluskan agenda politiknya.
“Prabowo sebagai mantan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) diharapkan akan memiliki jiwa patriot yang menempatkan pada posisi tertinggi kepentingan Negara dan rakyat Indonesia dibandingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Walaupun masyarakat sempat dibuat ragu dengan adanya pernyataan dari Prabowo yang akan memberikan pengampunan bagi koruptor yang bersedia mengembalikan keuangan Negara yang dicuri,” kata Fernando tegas.
Termasuk juga, pernyataan Prabowo yang ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), diharapkan hanya merupakan wacana, yang tidak akan ditindaklanjuti secara serius dengan melakukan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
“Selain itu, saya juga berharap Prabowo akan melakukan evaluasi terhadap koalisi partai pendukung pemerintahannya. Apabila posisi pemerintahannya sudah kuat dengan menempatkan orang-orang yang dipercaya menjadi pembantunya terutama posis strategis diharapkan tidak lagi mengedepankan politik akomodir. Dengan demikian diharapkan aka ada pengurangan jumlah kabinet dan partai politik yang tergabung dalam pendukung pemerintahan,” ungkapnya.
Di tahun 2025, tantangan global akan memiliki dampak terhadap Indonesia baik secara ekonomi maupun kemanan dunia karena konflik beberapa Negara. Tentu sangat dibutuhkan kemampuan seorang Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dalam meminimalisir pengaruh tersebut terhadap dalam negeri. Apalagi tidak bisa dipungkiri, bahwa pihak-pihak yang tidak puas atas terpilihnya Prabowo – Gibran pada pilpres yang lalu akan terjadi sesuatu yang kurang baik terhadap pemerintahan mereka.
“Saya berharap, Prabowo akan mampu memperkuat posisinya dalam menjalankan pemerintahannya sehingga dapat terpatahkan persepsi sebagian pihak selama ini bahwa pemerintahannya masih dibawah bayang-bayang Jokowi,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa