KedaiPena.Com – Pakar ekonomi Drajad Wibowo menilai peringatan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) agar kepala daerah dapat mengurangi perjalanan dinas lantaran negara defisit didasari lantaran lesunya penerimaan pajak.
“Kalau soal defisit, APBN kita memang selalu defisit. Sudah puluhan tahun seperti itu. Jadi dugaan saya, peringatan pak JK itu bukan karena defisitnya. Tapi lebih karena lesunya penerimaan pajak,” ujar dia kepada KedaiPena.Com, Senin, (22/7/2019).
Drajad menjelaskan mengacu data ressmi realisasi penemerimaan pajak resmi per akhir Mei 2019 defisit APBN per sudah mencapai Rp 127,5 triliun atau 0,79% PDB.
“Yang memprihatinkan, penerimaan pajak dari Ditjen Pajak (DJP) hanya Rp 496,6 triliun. Ini hanya tumbuh 2,4%. Padahal pada tahun 2018, pertumbuhannya 14,2% dibanding 2017. Bahkan PPN dan PPnBM tumbuh negatif. PPh migas tumbuh 3,7% karena faktor depresiasi Rupiah,” ungkap dia.
Dengan demikian, Drajad mengatakan, data di atas merupakan loceng peringatan dini yang harus diwaspadai serius.
“Karena, data di atas menjadi indikasi melemahnya pertumbuhan ekonomi di beberapa sektor seperti industri non-migas, perdagangan, ritel dan mungkin juga properti,” tutur dia.
Dengan tren di atas, lanjut Drajad, penerimaan pajak bisa-bisa meleset 9,0-9,5% dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 1577,5 triliun.
“Ini bakal jauh lebih besar dari realisasi shortfall tahun 2018 yang “hanya” Rp 108,1 triliun,” beber dia.
Kondisi di atas dibuat dengan asumsi, kata Drajad, perang dagang AS-China tidak memburuk, sementara ketegangan di Selat Hormuz antara Barat vs Iran tidak berkembang menjadi konflik bersenjata.
“Jadi seperti peringatan Pak JK, kementerian dan lembaga negara memang harus bersiap-siap memangkas realisasi belanjanya. Apa boleh buat.
Apa saja yang bisa menghemat belanja. Karena untuk bisa menggenjot pajak sangat berat tahun ini,” pungkas Drajad.
Laporan: Muhammad Hafidh