KedaiPena.com – Beragam reaksi keras bermunculan paska disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU). Termasuk oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur menyebut pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU) sebagai bentuk penghinaan konstitusi yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah.
“YLBHI menilai persetujuan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang sengaja dibuat dengan upaya licik yang sarat akan pembangkangan, pengkhianatan, serta kudeta terhadap konstitusi UUD NRI 1945,” kata Isnur secara tertulis, Kamis (23/3/2023).
Meski banyak mendapatkan penolakan, Perppu Cipta Kerja yang tetap disahkan sebagai UU dinilai menjadi wujud otoritarianisme Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam praktik legislasi. Sayangnya, lanjut dia, sikap Jokowi itu justru didukung DPR yang disebut menghilangkan marwah dan harga diri karena tidak mendengarkan masifnya penolakan masyarakat terhadap Perppu Cipta Kerja.
Padahal, UU Cipta Kerja sendiri telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020. Pada putusan itu pula, Mahkamah Konstitusi memerintahkan perbaikan pada pembentukan UU Cipta Kerja.
“Hal lain yang paling serius adalah Presiden dan DPR mengulang masalah pembentukan undang-undang dengan tidak memberikan ruang partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) kembali kepada masyarakat secara maksimal atas ditetapkannya Perppu Cipta Kerja,” tutur Isnur.
Lebih lanjut, dia menilai tidak ada satu pun muatan materi yang menguntungkan masyarakat kecil seperti petani, buruh, masyarakat adat, nelayan, dan elemen masyarakat lainnya.
“Aturan ini secara ambisius ditujukan hanya memberikan jalan mulus bagi oligarki untuk mengeksploitasi lingkungan hidup, keringat buruh, tanah, hutan, pesisir serta pulau-pulau kecil, dan sektor-sektor sumber daya lainnya,” ujarnya.
Sikap pemerintah dan DPR ini diprediksi akan menimbulkan dampak krisis seperti masifnya pelanggaran HAM, rusaknya demokrasi, dan melemahnya prinsip negara hukum di Indonesia.
Kemudian, Isnur menyoroti produk hukum era Jokowi lainnya yang disebut sebagai bentuk persengkokolan jahat bersama DPR terhadap konstitusi.
“Sebelumnya, persekongkolan jahat Pemerintah dan DPR menghasilkan produk legislasi yang nirpartisipatif dan membahayakan bagi negara hukum seperti pengesahan UU KPK, UU Minerba, UU MK, UU PPP, KUHP, UU IKN,” tandas Isnur.
Laporan: Ranny Supusepa