KedaiPena.com – Kebijakan solutif haruslah menjadi pilihan dalam merubah Indonesia dari importir menjadi eksportir kedelai, atau paling tidak menjadi penghasil kedelai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
Ketua Panja Pangan Komisi VI DPR RI Mohammad Hekal menyatakan kebijakan subsidi pada kedelai hanyalah untuk jangka pendek saja.
“Saat ini kan kita tidak produksi sendiri. Kita import, hampir 90 persen dari kebutuhan dalam negeri. Karena itu kami dari Komisi VI mendorong agar pemerintah bisa mempersiapkan kebijakan untuk penanaman kedelai sendiri,” kata Hekal, Sabtu (16/4/2022).
Ia menyatakan sudah mengarahkan dan menugaskankepada Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Pangan agar pada proses import kedelai diterapkan wajib serap.
“Jadi walaupun awalnya kita hanya 10 persen di tahun ini, tahun kedepannya harus bisa naik ke 15 persen dan tahun berikutnya bisa 20 persen dan selanjutnya terus naik. Sehingga akan sampai pada titik kita bisa swasembada kedelai lagi,” ucapnya.
Tapi untuk saat ini, ia mengakui masih ada dalam tahap menerapkan wajib serap. Dan untuk jangka panjangnya akan disusun setelah Lebaran nanti.
“Kalau sekarang, kita meminta kepada pihak terkait untuk memastikan ketersediaan barang dahulu. Hingga Hari Raya Idul Fitri ketersediaanya aman bagi masyarakat,” ucapnya lagi.
Hekal menyebutkan program swasembada kedelai ini bisa memakan waktu paling tidak 10 tahun.
“Kita melihatnya pada kasus nyata saja. Dulu Rusia merupakan importir gandum terbesar dunia. Tapi berhasil menjadi eksportir terbesar dunia dalam waktu 20 tahun. Jadi kita ambil jalan tengah saja, untuk mencapai swasembada, ya 10 tahun lah,” kata Hekal.
Ia menyampaikan harapan besarnya pada Ketua Badan Pangan saat ini, yang memiliki pengalaman panjang di dunia pangan, dengan dukungan instansi terkait lainnya untuk menyelesaikan masalah import kedelai ini.
“Kami mengharapkan langkah solutif dari mereka agar Indonesia tak hanya disini-sini saja. Jangan sampai kondisi saat ini terulang lagi, dalam masa pandemi atau konflik antar negara, Indonesia terbebani oleh biaya impor pangan yang terus meningkat. Apalagi negara-negara produsen pangan cenderung menahan bahan pangan mereka. Kan tidak bisa Indonesia begini terus,” tuturnya tegas.
Laporan: Hera Irawan