Artikel ini ditulis oleh Agustinus Edy Kristianto, Wartawan Senior.
Saya coba pahami apa yang mungkin ada dalam benak banyak orang ketika menonton sidang pembunuhan Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo (FS) dkk: pelecehan terhadap Putri Candrawathi itu seperti apa?
Persis! Pertanyaan itulah yang diajukan oleh Hendra Kurniawan kepada Benny Ali (Karo Provos Divpropam Polri) seperti tertulis dalam Surat Dakwaan FS hlm. 42.
Begini yang diceritakan Benny kepada Hendra, lokasi rumah Duren Tiga: “… telah terjadi pelecehan terhadap diri Putri Candrawathi di saat sedang beristirahat di dalam kamarnya, di mana sewaktu kejadian Putri Candrawathi juga menggunakan baju tidur celana pendek. Yosua telah memasuki kamar Putri dan sedang meraba paha sampai mengenai kemaluan Putri Candrawathi, akan tetapi Putri Candrawathi terbangun dan kaget sambil berteriak. Dikarenakan teriakan Putri Candrawathi tersebut, korban Yosua menodongkan senjata apinya ke Putri Candrawathi sambil mencekik leher dan memaksa agar membuka kancing baju Putri Candrawathi…”
Cerita itu didapat Benny dari Putri sendiri. Kita tahu, kejadian itulah yang dilaporkan ke Polres Jaksel oleh Putri dan belakangan kasusnya di-SP3. Peristiwanya tidak pernah ada.
Lalu bagaimana pelecehan di Magelang?
Cerita itu ada di Nota Keberatan (Eksepsi) FS hlm. 10, pada bagian Kronologi.
Begini kejadian pada Kamis, 7 Juli 2022 sekitar Pukul 18.00 WIB itu: “… setelah Ricky Rizal Wibowo dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu berangkat ke SMA Taruna Nusantara, saksi Putri Candrawathi yang sedang tidur di kamarnya terbangun mendengar pintu kaca kamar miliknya terbuka (pintu kaca merupakan pintu yang memberi sekat antara tangga paling atas dengan lantai 2) dan mendapati Yosua Hutabarat telah berada di dalam kamar.”
“Tanpa mengucapkan kata apapun, Yosua membuka secara paksa pakaian yang dikenakan saksi Putri. Bahwa dikarenakan keadaan saksi Putri yang sedang sakit kepala dan tidak enak badan serta kedua tangannya dipegang oleh Yosua, saksi Putri secara tidak berdaya hanya dapat menangis ketakutan dan dengan tenaga lemah berusaha memberontak.”
“… tiba-tiba terdengar seseorang yang hendak naik ke lantai 2 Rumah Magelang, Yosua panik dan memakaikan pakaian saksi Putri sebelumnya dilepas secara paksa oleh Yosua sambil berkata ‘tolong, bu, tolong, bu’…”
Semua cerita itu bersumber dari BAP Putri tanggal 26 Agustus 2022 (hlm. 6) alias 49 hari setelah pembunuhan Yosua 8 Juli 2022.
Hanya ada satu saksi, Yosua tak bisa membela diri karena sudah meninggal. Sementara Putri punya ‘pengalaman’ melaporkan hal yang tidak ada peristiwanya di Duren Tiga, untuk tidak menyebut berbohong.
Kuasa hukum Putri keberatan karena kisah Magelang tidak diuraikan jaksa secara utuh dalam dakwaan. Pendeknya mau dibilang Magelang adalah pemicu peristiwa pembunuhan Duren Tiga.
Tapi bagi saya tak ada gunanya. Motif tidak penting dibuktikan. Mau dipicu apapun, yang jelas Yosua dibunuh. Ia tewas di rumah dinas FS, dan FS dkk jadi terdakwa sekarang.
Namun, saya pikir, kasus ini sudah masuk titik jenuh. Mengapa saya mulai dengan uraian pelecehan seksual karena saya ingin memberitahu masyarakat begitulah yang secara formal tercatat di persidangan. Isu itu merugikan Yosua dan keluarga karena tak ada tempat bagi almarhum untuk membela diri dari tuduhan.
Khusus mengenai pembunuhan Yosua, rasanya, masyarakat telah memiliki persepsi masing-masing, yang sebagian besar meyakini FS adalah pelaku utama pembunuh Yosua. Yosua tewas adalah fakta yang tidak bisa dibantah. FS pun telah meminta maaf kepada bangsa, Polri, dan keluarga Yosua. Jika seseorang tidak melakukan perbuatan itu, buat apa meminta maaf?
Media-media asing tidak terlalu gencar menguliti kasus ini lagi. Mereka jauh lebih bersemangat menguliti dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan polisi dalam tragedi Kanjuruhan, yang makin diperkuat dengan kesimpulan Tim Independen bahwa gas air mata yang ditembakkan personel Polri adalah penyebab awal peristiwa yang korbannya 712 orang dengan 132 di antaranya meninggal.
Sidang kasus FS dkk sepatutnya dibingkai sebagai satu tarikan nafas dengan fenomena belakangan ini yang menunjukkan makin besarnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri dan oleh karena itu diserukan agar Polri direformasi, bersih-bersih! Koran Kompas edisi hari ini (18/10/2022) membuat sudut pandang bahwa perbuatan FS itu bisa mulus berlangsung karena adanya relasi Sambo di kepolisian. Itu menunjukkan salah satu dugaan efek negatif relasi ‘abang-adik’ di Polri.
Tak hanya soal gaya hidup mewah beberapa polisi yang disorot tetapi juga perburuan terhadap ‘ketua kelas-ketua kelas’. Kasus Yosua diakui atau tidak telah mendorong pengungkapan ‘ketua kelas’ 303 yang santer disebut adalah FS sendiri orangnya. Bahkan beberapa waktu lalu kita tahu beredar dokumen/bagan kekaisaran 303 yang ada nama FS di pucuk.
‘Ketua kelas’ lantas/SIM/STNK dkk pernah dibongkar KPK beberapa tahun lalu. ‘Ketua kelas’ narkoba, Anda tahu sendiri, baru-baru ini ramai diberitakan.
Rasanya, sembari menonton sidang FS, baik juga kita pantau perburuan terhadap para ‘ketua kelas’ lainnya: pertambangan, pertanahan, curanmor, trafficking, prostitusi, pemilu/pilkada
Kalau mau diburu! Salam.
[***]