KedaiPena.Com – 76 Tahun refleksi kemerdekaan, Indonesia sedianya sudah banyak kemajuan. Namun sudah 2 tahun situasi pendemi menyebabkan banyak kemunduran baik ekonomi, demokrasi dan kebebasan.
Demikian disampaikan oleh Guru Besar Ekonomi IPB Prof Didin S Damanhuri, dalam zoominari kebijakan publik Narasi Institute dengan tema Memaknai Kemerdekaan di Tengah Tantangan Pandemi, ditulis, Sabtu, (14/8/2021).
“Tahun 2021 ini adalah tahun ke-2 Indonesia merayakan kemerdekaan dalam situasi pandemi dan belum tahu sampai kapan waktunya pandemi ini akan berakhir. Tahun 2020 kita masuk ke Negara berpendapatan menengah bawah. Dalam Demokrasi dan kebebasan mengemukakan pendapat kita mengalami kemunduran juga dalam ekonomi. Cita cita kemerdekaan terlihat makin jauh,” kata Didin S Damanhuri.
Didin S Damanhuri melihat, secara PDB, Indonesia yang terus meningkat dari awal proklamasi merupakan hal yang patut disyukuri. Selain Indonesia sebagai negara yang sangat heterogen tidak terjadi balkanisasi karena kontribusi ormas diantaranya NU dan Muhammadiyah.
Namun demikian, lanjut dia, ketimpangan desa dan kota semakin besar. Hal tersebut, menurutnya, dapat memicu masalah serius terutama akibat makin kaya kelompok minoritas dan semakin miskinnya kelompok mayoritas.
“Secara GDP kita terus meningkat dari awal proklamasi. Ini adalah hal yang patut kita syukuri. Sebagai negara yang sangat heterogen tidak terjadi balkanisasi di negeri ini. Kota sangat berkembang tapi desa belum di bangun secara baik. Padahal sumber daya nya disedot ke kota tapi tidak kembali ke desa. Lokal ekonomi desa ini penting sebagai balanced perkotaan. Adanya civil society yang kuat seperti NU dan Muhammadiyah ikut berperan mempererat persatuan bangsa,” papar Didin.
Didin mengingatkan, bahwa tantangan terbesar saat ini adalah ketimpangan terutama kelompok penikmat terbesar pembangunan.
“Tantangan terbesar kita adalah ketimpangan. Ketimpangan ini sangat berbahaya sekali ini merupakan bom waktu apalagi kelompok yang super kaya ini dari kelompok etnis tertentu. Ketimpangan yang ekstrem. Ketergantungan Indonesia terhadap berbagai hal di antaranya teknologi, finansial dan utang menyebabkan ruang gerak bangsa semakin terbatas, ” beber Didin S Damanhuri.
Didin menyarankan, perlunya kolektif konsensus elit untuk membangun agenda ekonomi jangka panjang yang berkeadilan. Hal ini, guna mengurangi gap ketimpangan ekstrem ekonomi dan sosial.
“Tantangan kemerdekaan ekonomi ini sangat berat saat ini oleh karena itu perlu transformasi yang bersifat struktural dari para elite negara yang didukung oleh para civil society, bisa Reform from the Top atau bahkan bisa revolusi sosial yang mestinya dihindari karena yang paling dirugikan itu rakyat. Elite-elite harus membangun kolektif konsensus untuk membangun agenda ekonomi jangka panjang yang berkeadilan bila mau menghindari revolusi sosial,” pungkas Didin.
Sementara itu, Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute memandang revolusi sosial harusnya dihindari karena biayanya terlalu besar dan resikonya sulit diukur.
Oleh karena itu, kata dia, konsolidasi para petinggi elit, pengusaha dan tokoh bangsa perlu segera dilakukan untuk mengatasi ketimpangan ektrim yang dapat menjadi ledakan sosial.
“Pergolakan sosial harusnya dihindari karena tidak dapat diprediksi outcomenya, diperlukan jiwa besar para pemimpin bangsa untuk saling komunikasi menentukan arah bangsa yang lebih merangkul kelompok mayoritas, terutama dibidang keadilan ekonomi, Ini elit jangan memperebutkan kue kekuasaan untuk kelompoknya saja, ingat anda dipilih oleh kelompok mayoritas,” pungkas mantan ketua BEM UI ini.
Laporan: Sulistyawan