Artikel ini ditulis oleh Hendrajit, pemerhati geopolitik.
Saya bisa mengerti jika para pejabat yang berkaitan dengan politik dan keamanan, biasanya meja kerja di kantornya bersih dari satu kertas sekalipun.
Karena pas ruang kerjanya dikunjungi seorang tamu yang jeli penglihatan dan intuisinya, bisa terbongkarlah rencana rahasianya.
Untungnya Napoleon Bonaparte, ketika pada 1806 berencana menyerang Jerman seperti kita kenal dengan Perang Jena, yang bisa membaca jalan pikiran Napoleon bukan musuhnya, tapi staf khususnya sendiri, Jomini.
Ketika Napoleon memanggil Jomini ke kantornya, dia perintahkan orang sipil yang punya minat besar dalam bidang militer itu, untuk segera melapor pada dirinya di Mainz, pada bulan September 1806.
Kalau di sini ada perintah dari seorang jenderal atau komandan, biasanya dengan lekas menjawab siap jendral, siap ndan. Tapi Jomini jawabannya mengejutkan Napoleon:
“Jendral, apakah boleh saya menggabungkan diri dengan pasukan anda empat hari kemudian di Bamberg?”
Sontak kaget Napoleon, karena ide untuk menduduki Bamberg masih rahasia dan baru Napoleon sendiri yang tahu.
“Siapa yang ngasih tahu kamu bahwa aku akan pergi ke Bamberg”, tanya Napoleon sambil rada ngeri-ngeri sedap jangan-jangan rencana perangnya sudah bocor ke mana-mana.
“Jangan khawatir jenderal, rencana anda masih rahasia kok. Saya bisa tahu dari peta yang ada di hadapan tuanku. Peta Jerman dan Pertempuran Tuanku di Marenggo dan Ulm.”
Sebagai apresiasi Napoleon pada kecakapan Jomini dalam membaca secara intuitif strategi Napoleon sebagai panglima perang, pemimpin Prancis itu mengangkatnya sebagai kolonel dalam ketentaraan Prancis.
[***]