Artikel ini ditulis oleh Abdul Rohman, Pemerhati Sosial dan Kebangsaan.
Opini itu menyeruak ke permukaan publik jelang pilpres 2024. Tentu ditujukan kepada rezim Presiden Jokowi yang dinilai tidak netral. Ia dijadikan bulan-bulanan sejumlah pendukung kontestan capres.
Benarkah realitasnya demikian?
Mari kita tarik memori ke belakang. Dalam rentang 10 tahun terakhir. Masih ingatkah kita bahwa pernah seorang Kejagung berasal dari endors parpol?.
Kala itu ramai opini penyanderaan kasus. Jika tidak bersahabat dengan rezim berkuasa, maka problem hukumnya akan diangkat dan diperiksa. Jika tidak bersahabat dengan parpol tertentu, kasus hukumnya akan di bongkar.
Ramai juga opini seorang Ka BIN merupakan kesayangan dari pimpinan parpol. Operasi-operasi intelijen disinyalir berubah menjadi operasi politik. Untuk mendukung kelompok politik tertentu. Bukan untuk urusan bangsa.
Apakah hari ini ada yang terjadi seperti itu. Aparat hukum partisan?. Atau justru hari ini praktek seperti itu dibersihkan. Praktek “memperalat” aparat untuk politik praktis sudah dihilangkan?.
Jadinya pihak-pihak yang pernah diuntungkan atau bahkan diduga memperalat aparat itu kini merasa tidak punya cara lagi “memperalat” aparat. Akhirnya menuding pihak lain didukung aparat yang tidak netral.
Padahal itu merujuk perilakunya sendiri. Pernah suatu ketika diuntungkan situasi seperti itu. Kini privilege itu tidak dimilikinya lagi. Maka ditudinglah pihak lain sebagai curang.
Siapapun perilaku curang itu, kecurangan akan ada batasnya. Memiliki limitasi. Tidak bisa melakukan kecurangan selamanya. Ada saatnya akan diadili, oleh keadilan Tuhan.
ARS, 02-02-2024
[***]