UNTUK urusan Jaminan Sosial, tak usah jauh-jauh mengadopsi konsep dari luar yang liberal, Indonesia sejatinya telah mempunyai dasar yang kuat dalam konstitusi (UUD 1945) dan Pancasila.
Agar tak salah tafsir, berikut naskah Undang-Undang Dasar 1945;
Pasal 28 H:
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Pasal 34:
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Kedua pasal di atas merupakan rangkaian dasar bagi kewajiban negara atas pemenuhan hak-hak seluruh warga negara tanpa kecuali melalui sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat (semesta) yang dapat mendorong pengembangan diri setiap orang sebagai manusia bermartabat.
Artinya pemerintah menjamin kesehatan rakyat dari hulu sampai hilir, dari pencegahan hingga pengobatan.
Mempertahankan kesehatan rakyat melalui peningkatan gizi, kualitas hidup dan penyediaan fasilitas kesehatan yang bermutu hingga penyediaan alat kesehatan dan farmasi yang berkualitas.
Sebuah kewajiban dan tanggungjawab negara dalam konteks kemanusiaan yang adil dan beradap demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata kuncinya: Jaminan Kesehatan adalah Hak Setiap Warga Negara, Kewajiban Negara.
Liberalisasi Kesehatan di Indonesia
Pertama: 63 % Rumah Sakit adalah Milik Swasta. Tentu saja kita senang jika infrastruktur RS banyak dan mudah diakses oleh rakyat, tetapi apa jadinya jika RS yang banyak itu milik swasta, yang hanya melihat layanan kesehatan sebagai barang dagangan semata?
Kedua: hampir 95% bahan baku obat-obatan kita diimpor, ada 26 perusahaan farmasi asing atau obat-obatan yang menjadi kartel dan mengusai pasar obat-obatan, mulai dari yang generik, generik bermerk dan paten.
Selain bahan baku persoalan lain adalah soal harga, harga obat yang sangat mahal menjadi persoalan tambahan yang sangat mengganggu sistem layanan kesehatan kita. Harga obat bisa berubah-ubah sesuai keinginan pasar.
Ketiga: Sistem Jaminan Kesehatan kita secara prinsip juga bermasalah. Konstitusi telah mengatur dengan jelas bahwas sistem layanan kesehatan haruslah berbasis Jaminan Sosial, akan tetapi dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan di Indonesia dikelola dengan menggunakan sistem Asuransi, yang tentu saja akan berhitung untung rugi dalam pelaksanaannya.
Solusi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
Jika kualitas hidup dan kesehatan meningkat maka jumlah orang yang sakit berkurang dan otomatis hemat APBN, negara dapat profit dan bisa dialihkan untuk program pembangunan yang lain.
Rakyat untung karena makin sehat dan dapat layanan kesehatan yang baik jika sakit, negara pun untung karena dapat profit dari BUMN jaminan sosial. Sehingga rakyat tak perlu bayar iuran.
Yang berlaku sekarang justru sebaliknya, rakyat dan negara harus bayar iuran, negara harus mensubsidi jika terjadi defisit, negara wajib bangun rumah sakit. Namun negara tak ambil benefit/profit dan tidak boleh ikut campur rumah tangga BPJS. Lalu dimana makna keadilannya?
Oleh karena itu, kami menawarkan dua skema layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dua skema kesehatan yang kami tawarkan dengan pertimbangan kemampuan keuangan negara, daerah dan tentu saja berdasarkan kemampuan daya beli rakyat, dimana hak konstitusi warga negara juga patut dihargai.
Karena kesehatan itu tidak hanya berkutat pada masalah pengobatan tetapi juga pada tindakan pencegahan, serta ketersediaan layanan, baik berupa, infrastruktur rumah sakit, tenaga medis, alat kesehatan dan obat-obatan.
Skema pertama:
Negara bertanggungjawab sepenuhnya terhadap sistem layanan kesehatan bagi seluruh rakyat.
Skema kedua:
mengembalikan program layanan kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat atau JAMKESMAS dan bagi daerah dengan penyesuaian kemampuan keuangan daerah masing-masing kembali pada program JAMKESDA. Karena program ini sudah terbukti efektif dengan cukup menggunakan KK/KTP dan efisien dalam penggunaan anggaran dengan layanan total covered.
Oleh karena itu kami Serikat Rakyat Miskin Indonesia, menuntut kepada Presiden Jokowi dan DPR RI agar:
1. Hentikan liberalisasi kesehatan dan obat-obatan.
2. Bubarkan BPJS yang telah terbukti gagal sebagai badan penyelenggara yang ditunjuk oleh negara, karena defisit terus menerus.
3. Audit BPJS sebelum dibubarkan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemerintah dan rakyat yang telah membayar iuran, termasuk penggunaan keuangan negara yang ikut serta dalam Penyertaan Modal Negara sebagai upaya menutupi defisit selama kurun waktu 5 tahun terakhir.
4. Bangun infrastruktur rumah sakit, klinik di seluruh wilayah Republik Indonesia.
5. Bangun usaha farmasi nasional.
6. Stop ijin bagi rumah sakit, klinik swasta/ asing dan farmasi asing.
7. Cabut Perpres 75/2019.
8. Bentuk Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta (Jamkesrata) bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan fasilitas kelas 3.
Demikian pernyataan sikap kami, Wujudkan Kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila.
Oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Serikat Rakyat Miskin Indonesia, Wahida Baharuddin Upa