KedaiPena.com – Konsekuensi hukum dari terjadinya salah transfer dana, menurut para pengamat tak serta merta hanya bertumpu pada Pasal 85 UU Transfer Dana. Tapi merupakan satu rangkaian sistematis yang saling berkaitan.
Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law, Ade Adhari menyatakan saat penerapan UU Transfer Dana dalam penyelesaian kasus hukum maka tidak bisa hanya mempertimbangkan Pasal 85 saja.
“Karena UU ini merupakan suatu rangkaian sistematis yang saling berkaitan. Jadi tak bisa hanya Pasal 85 saja. Tapi juga harus memenuhi persyaratan di Pasal 56 dan Pasal 57,” kata Ade dalam talkshow online hukum, Sabtu (11/12/2021).
Jika tidak memenuhi dua pasal tersebut, maka dapat dinyatakan tindakan tersebut adalah tindakan melawan hukum.
“Dan karena mengacu pada Pasal 85, yang membutuhkan tindak kejahatan maka jika sudah ada itikad baik, maka aparat penegak hukum tidak lagi berhak untuk melanjutkan proses hukum,”
Dan jika nasabah sebagai konsumen yang menerima transfer dana yang salah sudah melaporkan pada pihak perbankan maka pihak perbankan akan terkena UU Perbankan Pasal 49.
“Hal ini disebutkan bahwa Bank sebagai penyelenggara atau pemberi jasa transfer dana memperbaiki kekeliruan tersebut. Disebutkan itu segera waktunya. Artinya, dalam jangka waktu 1 x 24 jam,” urainya.
Ia menyebutkan ada waktu 3 x 30 hari dari sejak pertama kali nasabah mempertanyakan dana hasil transfer dalam rekeningnya.
“Maka, jika lebih dari masa tersebut, pihak perbankan tidak melakukan langkah-langkah koreksi, bukanlah menjadi tanggung jawab nasabah lagi,” tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ahli Risk Management bidang Perbankan dan Asuransi, DR. Ir. Batara Maju Simatupang, MT, Mphil, CIMBA, yang menyatakan bahwa penerima dana yang menerima transfer dana dalam jumlah tertentu mengajukan konfirmasi kepada pihak bank maka hal tersebut sudah merupakan itikad baik.
“Artinya kalau nasabah arau konsumen perbankan sudah melakukan itikad baik maka tak bisa dikenakan Pasal 85 lagi,” tuturnya.
Saat adanya laporan atau konfirmasi dari nasabah, maka perbankan sebagai lembaga penyelenggara transfer haruslah membuktikan kekeliruan transaksi transfer tersebut kepada penerima transfer.
“Diantaranya, menunjukkan perintah transfer dana dari pengirim asal dan penerima yang seharusnya menerima dana tersebut,” tuturnya lagi.
Untuk tata cara memperbaiki kekeliruan, tata cara penghitungan dan pembayaran jasa, bunga atau kompensasi, lanjutnya, akan merujuk pada Peraturan Bank Indonesia, sesuai Pasal 58 UU Transfer Dana.
“Sebagai alat bukti, sesuai Pasal 76, informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya dalan transfer dana merupakan alat bukti hukum yang sah,” ujar Batara.
Dan pembuktian ini akan sepenuhnya termasuk menjadi kewajiban penyelenggara transfer.
“Jika terbukti ada kesalahan dan nasabah sudah mempergunakan atau tidak mau mengembalikan dana tersebut maka barulah ada pelanggaran hukum. Nasabah akan dituntut dengan Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan,” pungkasnya.
Laporan: Natasha