KedaiPena.Com –Â Peristiwa kerusuhan pembakaran rumah dan vihara di Tanjung Balai membuat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan H. Djan Faridz prihatin. Ia sangat menyayangkan terjadinya tragedi tersebut.
Tragedi kerusuhan yang awalnya dipicu oleh protes seorang warga etnis tertentu atas berkumandangnya adzan di masjid yang berada di depan rumahnya. Ini menyebabkan ketersinggungan dan kemarahan ummat Islam yang ujungnya terjadi peristiwa pembakaran rumah dan vihara.
Bagi H. Djan Faridz, hal ini disebabkan karena masyarakat telah kehilangan kultur toleransi antar ummat beragama. Menurutnya, Islam yang ada di Nusantara telah memiliki kultur panggilan adzan dikumandangkan lewat pengeras suara.
“Adzan bagi umat Islam bukan sekedar panggilan sholat tapi juga syiar suci atas nama asma Allah, sangat menggugah bathin ummat Islam. Menggugatnya atau melarangnya berarti mengusik bathin keyakinan ummat Islam,” kata dia dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Minggu (31/7).
Ia mengingatkan agar jangan ada orang yang memancing di air keruh menyangkut soal SARA. Karena dampak kerusakan sosialnya amat parah, baik secara fisik maupun secara psikologis.
“Saya berharap adanya saling memahami kultur dan tradisi agama masing-masing. Dan ini adalah inti tercegahnya kesalahpahaman dan kesewenang-wenangan antar umat beragama,” sambung dia.
Djan menambahkan, setiap agama memiliki tata cara ibadah dengan kultur yang berbeda. Di sinilah letak pemahaman untuk toleransi antar umat beragama. Jika ini dipahami, maka peristiwa di Tanjung Balai tidak akan terjadi.
“Kerusuhan di Tanjung Balai jika tidak disikapi dengan serius, hati-hati dan cepat, baik oleh aparat, Pemerintah dan tokoh agama, maka akan bisa meluas menjadi konflik ras dan gejolak kebencian atas etnis tertentu. Ini justru resonansinya akan jauh lebih berbahaya bagi keutuhan NKRI,” Djan melanjutkan.
Sebagai Ketua Umum Partai Islam, PPP, Djan menghimbau untuk menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari.
Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
“Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” lanjut dia lagi.
Ia memberi contoh bahwa toleransi dan penghormatan pada kultur agama sangat besar di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, dimana negara memberikan hari libur nasional bagi hari-hari besar agama-agama yang ada di Indonesia.
“Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban termasuk kultur dan tradisi agama yang ada diantara kita, demi keutuhan Negara. Adanya dalil adagium toleransi dalam Islam yakni, Â ‘lakum dinukum waliyadin,. Bagimu agamamu dan bagi kami agama kami,” ia menambahkan.
Eks Menpera ini kemudian mengajak ummat Islam agar tidak cepat terprovokasi, reaktif serta anarkis yang melampaui kewenangan aparat.
“Marilah kita tampilkan wajah Islam yang ramah, santun dan penuh kasih sayang sebagaimana contoh yang ditunjukkan Rasulullah SAW dalam kehidupan beragama dan bernegara di Madinah, karena Islam Rahmatan lil alamin,” tuntas Djan semangat.
(Prw)