Artikel ini ditulis oleh Gede Sandra, akademisi Universitas Bung Karno (UBK).
Semalam saya dan seorang kawan berdiskusi via telpon tentang masalah korupsi dan kerugian keuangan negara.
Diskusi tersebut membandingkan skala kasus-kasus korupsi/kerugian negara di
Indonesia, mulai dari BLBI, e-KTP, Jiwasraya, Asabri, Century, hingga korupsi IUP Kutawaringin Timur.
Menariknya, kawan ini punya ide untuk mengategorikan masalah kelebihan bayar bunga utang pemerintah sebagai kasus kerugian negara juga.
Apakah masalah kelebihan bayar bunga utang pemerintah?
Masalah kelebihan bayar bunga utang sudah sering disampaikan oleh ekonom senior DR Rizal Ramli (RR) di berbagai kesempatan kepada publik.
Bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Filipina, dan Vietnam, bunga yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia kelebihan 2,8-4,5%.
Padahal dulu ketika era Menkeu Agus
Martowardoyo (2010-2013), yield surat utang sempat turun hingga 0,5-1% di bawah Filipina dan 2,7-5,5% di bawah Vietnam.
Surat Utang Indonesia bunganya lebih murah dari kedua Negara tersebut yang ratingnya lebih rendah dari Indonesia tersebut.
Kebijakan Menkeu Agus adalah kebijakan yang neuchter dan benar. Bunga surat utang Indonesia memang harus lebih murah dari Negara yang ratingnya lebih rendah.
Di bawah ini adalah perbandingan yield surat utang (tenor 10 tahun) pemerintah Indonesia dan ketiga negara saat ini di bawah Menkeu Sri Mulyani.
Artinya bunga surat utang pemerintah Indonesia kemahalan. Sehingga beban pembayaran bunga utang kita meningkat setiap tahun.
Keseimbangan primer, selisih antara pendapatan negara dan belanja negara tanpa memasukkan beban bunga utang, meningkat semenjak empat tahun terakhir.
DR Rizal Ramli juga sudah sering juga memberikan solusi alternatif untuk mengurangi beban bunga surat utang Indonesia yang kemahalan ini.
Caranya adalah dengan melakukan metode debt swap dan debt to nature swap.
Debt swap adalah menukar surat utang berbunga mahal dengan surat
utang yang berbunga lebih murah dan tenor lebih panjang.
Sedangkan debt to nature swap adalah
pengurangan utang yang ditukar dengan kewajiban pelestarian hutan.
Kedua metode tersebut sudah
pernah dikerjakan DR Rizal Ramli sewaktu menjabat menteri di tim ekonomi Kabinet Gus Dur (2000-2021).
Berdasarkan perhitungan kasar yang kami lakukan, beban bunga utang setiap tahun dapat berkurang sampai setengahnya bila dilakukan metode debt swap seperti yang pernah dilakukan DR Rizal Ramli.
Seandainya Indonesia memiliki menteri ekonomi seperti DR Rizal Ramli sejak empat tahun lalu, bukannya Sri Mulyani, beban bunga dapat berkurang setidaknya Rp 601 triliun.
Inilah dasarnya kami memandang bahwa apa yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan kebijakan bunga tinggi, terutama tim ekonomi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah
menyebabkan kerugian keuangan negara.
Selama empat tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah kehilangan potensi penghematan sebesar Rp 601 triliun.
Kelebihan bunga utang sebesar Rp601 T itu, apakah hanya sekedar biaya public relation (PR) supaya Menkeu Sri Mulyani dipuji-puji oleh kreditor/investor? Atau jangan-jangan merupakan “hangky-pangky” dengan investment banks– yang koordinasikan penerbitan bonds super mahal itu?
Menurut seorang pejabat di pemerintahan, yang tak mau disebutkan namanya, mungkin sekali ada semacam “fee” dari kebijakan yang merugikan negara ini. Tapi apapun, hanya BPK dan KPK yang dapat menjawabnya kelak.
Perbandingan kerugian negara dari kelebihan bayar bunga utang bila dibandingkan dengan kasus-
kasus kerugian negara lainnya dapat dilihat dalam tabel berikut.
[***]